Open Science, Tingkatkan Kuantitas dan Kualitas Riset di Indonesia

FK-KMK UGM. Kamis (25/4), Program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM (FK-KMK UGM) kembali menyelenggarakan Public Health Symposium untuk kali kelima. Mengangkat tema “Open Science to Improve Access and Equity to Public Health Knowledge,” acara menghadirkan beberapa narasumber dari berbagai bidang disiplin ilmu.

Di hadapan para hadirin yang memenuhi Auditorium FK-KMK UGM, keynote speaker Direktur Jenderal Sumberdaya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti RI, Prof. Ali Ghufron Mukti membuka acara simposium dengan menyampaikan capaian terkini jumlah publikasi di Indonesia yang telah terindeks SCOPUS. “Orang Indonesia itu budaya menulisnya kurang. Di tahun 2015 jumlah publikasi kita nomor empat, dibawah Malaysia, Singapura dan Thailand. Lalu, kementerian membuat aturan yang mewajibkan profesor untuk menulis. Lalu apa yang terjadi? Setelah itu, Indonesia mulai merangkak naik ke peringkat tiga, dan menurut data SCOPUS Oktober 2018 mohon maaf, Singapura sudah kita lewati, Indonesia berada di posisi kedua setelah Malaysia, dengan jumlah publikasi sebesar 20.610. Kami optimis, nanti setelah open science Malaysia bisa kita lewati,” ujar Prof. Ali yang disambut tepuk tangan meriah dari para audiens.

Selanjutnya, di sesi panel satu, dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB yang juga merupakan inisiator open science, Dr. Dasapta Erwin, ST., MT menjelaskan bahwa sains terbuka (open science) pada dasarnya adalah pengetahuan yang dibagikan secara real time, bukan nanti, bukan lusa atau besok saat diminta. Di kesempatan tersebut, beliau juga memaparkan pentingnya open science dan mendorong akademisi untuk saling berbagi sumber belajar. “Sampai kapan kita tidak ingin terhubung, terbuka dan transparan? Sains terbuka ada agar riset tidak berulang, metode lebih berkembang dan investasi lebih efisien,” tuturnya. Di akhir sesi, Dr. Dasapta mengakhiri presentasi dengan mengusung semboyan #terbukaatautertinggal.

Wakil Dekan bidang bidang penelitian dan pengembangan FK-KMK UGM, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D berharap dengan adanya simposium tersebut, open science dapat segera diimplementasikan dalam bidang penelitian sehingga akan meningkatkan efisiensi pendanaan. “Riset secara konvensional membutuhkan biaya yang cukup besar, seharusnya jika menggunakan open science kebutuhan pendanaan riset menjadi lebih efisien, tidak sebesar pendanaan pada riset konvensional,” tutur dokter Yodi. (Alfi/Reporter)