Mispersepsi Terhadap Petugas Kesehatan

FK-KMK UGM. Persepsi masyarakat terhadap petugas kesehatan pada saat ini sebetulnya memang pada satu sisi pasti menganggap bahwa petugas kesehatan dokter, perawat, dan juga tenaga kesehatan yang lain adalah pejuang dan pahlawan kemanusiaan di garda terdepan. Akan tetapi disatu sisi lain sebagian masyarakatjuga berpersepsi bahwa para tenaga kesehatan ini berpotensi membawa dan menularkan penyakit sehingga yang terjadi ditolak pulang ke rumah atau ditolak pemakaman jenazahnya. Seperti yang disampaikan Dr. Indria Laksmi Gamayanti., M.Si., Psikolog, Ketua Ikatan Psikolog Klinis Indonesia dalam webinar yang mengusung tema ‘Stigmatisasi Petugas Kesehatan, Berjasa Tetapi Ditolak di Kost Hingga Liang Lahat’.

Dr. Gamayanti juga menerangkan bahwa cara mencegah mispersepsi yang terjadi adalah dengan yang pertama, memberikan informasi yang benar pada masyarakat bahwa tenaga kesehatan telah dibekali cara untuk melindungi diri dan lingkungannya. Kedua dengan “saling informasi” antara tenaga kesehatan dan masyarakat. Ketiga, melakukan pengendalian informasi di media sosial dengan tidak menyebar hoax. Keempat, memberikan fasilitas untuk saling mendukung antar tenaga kesehatan. Kelima, melakukan koordinasi lintas sektor. Keenam, memberikan informasi yang dapat dijangkau berbagai lapisan masyarakat.

“Pada kelompok masyarakat yang berpersepsi negatif pada tenaga kesehatan itu adalah merupakan cara mereka mempertahankan diri. Ini merupakan tindakan maladaptif sehingga perlunya dukungan non-spesialis terfokus dengan Psychological First Aid (PFA), yaitu pertolongan pertama secara psikologis untuk mengurangi tekanan-tekanan akibat peristiwa traumatis atau kejadian luar biasa sehingga individu dapat mengatasi situasi dengan lebih adaptif”, jelas Dr. Gamayanti.

Menurutnya, PFA dapat dilakukan dengan listen (mendengarkan secara aktif, menerima emosi dan perasaan), look (menilai situasi dan kebutuhan), dan link (memberikan askes informasi dan akses terhadap layanan). Upaya pertama untuk mengelola psikologis yang negatif diantaranya dengan, pemenuhan kebutuhan dasar, terpenuhinya dukungan dan fasilitas kesehatan, pemberian informasi yang benar, stop hoax, relaksasi, self talk, afirmasi positif, dan olah tubuh. Apabila PFA dirasa belum cukup, maka individu perlu mendapatkan layanan spesialis untuk mendapatkan layanan psikologi klinis dan/atau psikiatrik secara individual dan sistematik terstruktur.

Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P., MARS, Ketua Umum IKKESINDO yang juga merupakan anggota Dewan Penyantun PERSI saat memberikan pengantar mengungkapkan, “Demikian luar biasa perjuangan sejawat kita, petugas kesehatan baik dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya, bahkan mengorbankan diri untuk tidak bertemu keluarga. Juga beberapa diantaranya ditolak pulang ke kost-kost-an atau kontrakan saat membuka kegiatan. Juga ada yang jenazahnya ditolak untuk dimakamkan di daerahnya.”

Direktur Utama RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, dr. Mohammad Syahril, Sp.P., MPH., juga membenarkan dan membagikan cerita mengenai penolakan dan stigmatisasi masyarakat  yang terjadi terhadap petugas kesehatan RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso. “Dampak yang ditimbulkan Covid-19 bukan hanya aspek kesehatan, tetapi juga kesehatan masyarakat, sosial, ekonomi, pariwisata, pendidikan, politik, ketahanan nasional dan lain sebagainya.” Beliau juga menerangkan bahwa Covid-19 ini menjadi isu yang sensitif karena penyebarannya yang sangat cepat sehingga menimbulkan ketakutan, kepanikan, hingga stigma pada tenaga kesehatan.

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan sembilanbelas lembaga terkait lainnya, yaitu Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO), Komunitas Relawan Emergensi Kesehatan Indonesia (KREKI), Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF), Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI),Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Telkom Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan lembaga lain,  kembali menyelenggarakan diskusi serial kedelapan “Isu Strategis Pandemi Covid-19: Harapan – Kenyataan – Solusi. Webinar ini digelar pada Kamis (23/04) pukul 13.00 – 15.00 WIB melalui platform Webinar dan YouTube.

Webinar yang dimoderatori oleh Dr. Muhammad Luthfie Hakim, S.H., Ketua  Umum Himpunan Advokat Spesialis Rumah Sakit (HASRS) ini, juga menghadirkan Ketua Umum DPP PPNI, Hanif Fadhillah, S.Kep., S.H., M.Kep., sebagai narasumber. Peserta yang hadirpun berasal dari berbagai kalangan, baik akademisi, praktisi, dan juga klinisi dari berbagai rumah sakit/klinik di seluruh Indonesia. (Vania Elysia/Reporter)