Minimnya Donor Kornea di Indonesia

Kebutaan kornea adalah salah satu kontributor pada kasus kebutaan yang dapat dicegah. Kebanyakan kasus kebutaan atau kekeruhan kornea yang terjadi di Indonesia banyak disebabkan karena Indonesia adalah negara tropis di mana infeksi jamur, bakteri, ataupun virus banyak terjadi .  Pada penderita radang kornea dan ulkus kornea yang terinfeksi jamur, sebagian besar tidak dapat tertangani karena yang belum ada obatnya sehingga perlu pembedahan bahkan cangkok mata. Namun begitu banyak pasien tidak tertolong karena kesulitan mendapatkan donor kornea. Dewasa ini kekeruhan kornea menduduki peringkat 2 penyebab kasus kebutaan setelah katarak. Kebutaan Kornea tak perlu terjadi jika ada donor kornea. Kebutuhan transplantasi kornea cukup yang tinggi di Indonesia tak dibarengi dengan adanya donor kornea yang memadai. Hingga kini setidaknya terdapat 25 ribu antrian tunggu penerima donor kornea. “Baru sekitar 5-10 persen penderita kebutaan yang bisa ter-cover untuk menerima transplantasi kornea. Padahal yang membutuhkan ribuan orang,” ujar Prof. dr. Suhardjo, SU, Sp.M(K)

Prof. Suhardjo menuturkan dalam seminar bertajuk “ Surgical Management in Corneal and Ocular Surface Disorders” di FK UGM, harus ada gerakan dari profesi dan payung hukum. “Medikasi pada kebutaan kornea sudah mentok jadi harus dilakukan pembedahan. Misalnya untuk menjaga integritas kornea saat kornea telalu lembek atau tipis. Pembedahan ini sudah biasa dilakukan di Indonesia. Namun ada kemajuan-kemajuan yang dibahas di seminar tersebut,” ujar beliau.

“Teknik kita sudah bisa. Untuk menghasilkan outcome yang baik tentu kita harus sering melakukan transplantasi kornea dan ironisnya masalah donor ini sekali lagi menjadi penghambat”, ujar beliau. Hingga saat ini belum ada kornea sintetik, sedang kornea donor dari luar negeri dirasa cukup mahal. “1500 dolar, itu harga satu kornea dari luar negeri”, tambah beliau. Faktor budaya dan kesadaran masyarakat terhadap kebutaan yang masih rendah menjadi penyebab utama minimnya pendonor kornea dari dalam negeri. Karenanya untuk memenuhi kebutuhan transplantasi kornea mata, Indonesia sangat bergantung pada donor luar negeri.

Belum adanya kebijakan maupun undang-undang yang mengatur ketentuan donor, turut menjadi penyebab minimnya aktivitas donor kornea. “Di Indonesia belum memiliki payung hukum  yang mendukung donor organ. Beda dengan Singapura, disana jenazah adalah milik pemerintah dan ketentuan donor sudah diatur dalam undang-undang sehingga setiap orang meninggal langsung menjadi donor, kecuali mengajukan penolakan. Ini adalah problem yang sama yang dihadapi oleh Indonesia dan Malaysia”, paparnya.

“dr. Retta Gurug dari Kathmandu, Nepal berhalangan hadir sebagai pembicara, namun beliau tetap akan mengirimkan bantuan kornea guna ditransplantasikan kepada pasien kita”, ujar Prof. Suhardjo. (Bagas/Repoter)