FK-UGM. Dengan menggandeng IOWA University, Fakultas Kedokteran UGM mengadakan Annual Clinical Updates on Primary Care V-2016 di gedung Bulaksumur, University Club UGM Yogyakarta. Seminar bertemakan “Working Together Towards Continuity of Care” ini dilaksanakan selama 4 hari pada 3-6 Agustus 2016, dengan kegiatan berupa lecture, workshop, dan clinical skills.
Peserta seminar berasal dari University of Philipine, Kelompok Kerja Nasional pengembangan Dokter Layanan Primer (DLP) di bawah Menkes dan Menristekdikti, serta dokter-dokter yang bekerja di tingkat layanan pertama. Sedangkan Prof. Mark Graber, Prof. Zorayda Leopando, Prof. Jason Wilbur, MD, FACEP, Prof. Bambang Irawan, MD, PhD, dr. Oryzati Hilman Agrimon, MSc, CMFM, PhD, dr. Mora Claramita, MHPE, PhD, dan Dr. drg. Dewi Agustina, MDSc., merupakan sederet narasumber yang dihadirkan dalam seminar ini. Selain mengikuti kegiatan seminar, narasumber dari University of Philippine dan University of IOWA juga melakukan kunjungan ke puskesmas dan ke rumah warga untuk menilai bagaimana kinerja para dokter di layanan primer saat ini.
Dokter yang bekerja di layanan primer ‘merindukan’ suatu program pendidikan kapasitas kinerja terstruktur dan sistematis. Dengan adanya kegiatan ini, Fakultas Kedokteran UGM berupaya untuk meningkatkan performance dari dokter.
Di negara – negara maju, DLP sudah setara dengan spesialis. Hal ini berarti bahwa dokter yang berada di layanan primer mempunyai kemampuan setara dengan dokter spesialis. Bahkan, di negara maju tersebut sekitar 80-90% pasien ditangani oleh dokter layanan primer sehingga rujukan ke layanan sekunder hanya sekitar 10-20%.
Pelayanan DLP tentu sangat menguntungkan negara karena mengurangi jumlah pengeluaran di layanan sekunder. Sebagai contoh kasus pasien yang terkena hipertensi atau peningkatan tekanan darah di atas normal. Jika pasien tersebut ditangani dengan baik oleh DLP, tentu pasien akan mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas. Pertama, pelayanan DLP bisa mengurangi risiko rujukan pasien ke layanan sekunder. Kedua, mampu memperpanjang kualitas hidup pasien dengan memperpanjang perjalanan ilmiah penyakit.
Undang – Undang Pendidikan Kedokteran tahun 2013 Nomor 20 menyebutkan bahwa terdapat 5 jenis dokter di Indonesia yaitu dokter, dokter layanan primer, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis. Hal ini jelas menunjukkan bahwa keberadaan dokter layanan primer telah diakui oleh pemerintah. Bahkan, pada saat ini pemerintah sedang mempersiapkan pembukaan prodi DLP di 17 Fakultas Kedokteran dengan akreditasi nasional, dengan pioner Universitas Padjajaran. Persiapan pemerintah sejatinya sudah cukup maksimal, akan tetapi sedikit tersendat karena terdapat kekhawatiran dari pihak – pihak tertentu yang merasa dirugikan dengan adanya DLP.
Proses transisi DLP sudah jauh lebih lama dialami Amerika dan Inggris pada tahun 1950, di Eropa tahun 1970, dan di Asia tahun 1980. Saat ini Indonesia sedang mengalami proses transisi sehingga acap kali menimbulkan polemik. Istilah DLP sendiri masih cukup awam di Indonesia karena selama ini kita hanya mengenal dokter umum dan dokter spesialis saja. Di negara lain, DLP lebih dikenal sebagai familiy practicioner dan general practicioner. Hal tersebut agaknya cukup membingungkan, apalagi Indonesia saat ini masih berada dalam proses transisi dari dokter umum menjadi DLP.
Perjuangan DLP di Indonesia awal mulanya dibawa oleh Prof. Mark Graber, dari University of IOWA sejak 6 tahun yang lalu hingga akhirnya tahun ini mulai membuahkan hasil dengan terbukanya prodi DLP di Universitas Padjajaran. “Perjuangan DLP memang membutuhkan proses untuk peningkatan kualitas kesehatan yang lebih baik. Bahkan di Amerika saja butuh sekian dekade untuk menerima perubahan itu,” pungkas Profesor Mark Graber, Rabu (3/8) saat ditemui di UC UGM Yogyakarta. (Rista/Reporter)