FK-KMK UGM. Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bekerjasama dengan UNESCO Chair on Bioethics menggelar acara rutin setiap hari Rabu bertajuk Raboan Discussion Forum dengan tema minggu ini “Etika dalam Bidang Kefarmasian” yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada periode 2004-2012, Prof. Marchaban, DESS., Apt. secara daring melalui platform Zoom, Rabu (8/9). Diskusi ini berlangsung hampir dua jam dimoderatori oleh Prof. Dr. Sismindari, SU, Apt. dan diikuti kurang lebih 62 peserta dari berbagai kalangan.
“Etika farmasi pada dasarnya menitikberatkan pada kode etik atau etika sosial yang hanya berlaku bagi kelompok profesi tertentu. Disini profesi yang dimaksud adalah profesi apoteker. Profesi apoteker harus memiliki ciri-ciri mensyaratkan pengetahuan intelektual yang ekstensif dan unusual dan bisa diterapkan dalam praktek. Selain itu profesi juga mensyaratkan proses lisensi atau sertifikasi, biasanya ada ujian kompetensi.”, jelas Prof. Marchaban.
Beliau mengatakan bahwa apoteker termasuk kedalam tenaga kefarmasian Selama ini banyak yang mengira bahwa profesi apoteker merupakan tenaga medis, namun yang sebenarnya adalah bukan. Karena tenaga medis dan tenaga kefarmasian berbeda tetapi keduanya masuk menjadi kategori tenaga kesehatan. Perbedaan itu terjadi karena tenaga medis memperoleh hak untuk melakukan intervensi biomedis seperti penyuntikan kepada pasien, sedangkan tenaga kesehatan lain tidak.
“Etika untuk profesi apoteker di Indonesia disusun menjadi Kode Etik Apoteker Indonesia (KEAI) yang memiliki tujuan untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban seperti menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota lahir batin, mengator anggota agar melakukan praktek secara professional, menghindari masyarakat menerima pelayanan yang tidak professional, dan juga menjamin mutu produk farmasi sampai ke tangan pasien.”, jelas Prof. Marchaban.
Setidaknya ada empat prinsip-prinsip etika kefarmasian. Prinsip tanggung jawab, prinsip keadilan, prinsip otonomi dan prinsip integritas moral. Sedangkan kode etik untuk apoteker, Prof. Marchaban mengatakan bahwa berisi empat bagian utama. Pertama, kewajiban apoteker secara umum. Kedua, kewajiban apoteker kepada masyarakat dalam melakukan praktek kefarmasian. Ketiga, kewajiban apoteker terhadap rekan sejawat dan Keempat, kewajiban apoteker terhadap rekan sejawat kesehatan lainnya.
Diskusi ini juga dapat disaksikan selengkapnya di Youtube
(Yuga/Reporter)