Mengulik Keefektifian Plasma Konvalesen sebagai Terapi COVID-19

FK-KMK UGM. Dalam sepekan ini kasus positif Covid-19 meningkat secara signifikan. Terapi apa yang tepat untuk Covid-19 masih banyak perdebatan, dari banyaknya alternatif terdapat terapi bernama plasma konvalesen. Radio Indonesia Sehat (RAISA) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menggelar acara bincang pagi yang mengusung tema “Mengulik Keefektifan Plasma Konvalesen sebagai Terapi Covid-19” secara daring melalui platform Zoom, Senin (21/6).

Acara yang berlangsung satu jam ini menghadirkan narasumber yaitu Dr. dr. Teguh Triyono, M.Kes., Sp.PK(K)., Kepala Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) RSUP Dr. Sardjito dan dimoderatori oleh dr. Lukman Ade Chandra, M.Med., M.Phill, Dosen Departemen Farmakologi dan Terapi FK-KMK UGM.

Menurut Dr. Teguh, terdapat dua hal yang menjadi latar belakang adanya terapi plasma konvalesen. Pertama. Sampai saat ini belum ada kesepakatan pemberian regimen terapi yang standard, maka munculnya banyak macam variasi terapi. Sehingga memicu orang/kalangan medis untuk mencari alternatif-alternatif sebagai upaya membantu penanganan Covid-19. Kedua. Adanya sejarah pemberian plasma yang berasal dari orang yang sembuh (plasma konvalesen) dari penyakit akibat infeksi virus. Beliau juga menegaskan bahwa, “terapi plasma konvalesen bukan terapi utama melainkan sebagai terapi tambahan,” tegasnya.

Syarat-syarat menjadi pendonor plasma konvalesen adalah 1. Umur 17-60 tahun; 2. Berat badan minimal 50 Kg; 3. Kondisi fit (setelah 14 hari dinyatakan sembuh); 4. Laki-laki, Wanita dengan catatan khusus belum pernah melahirkan.

Dr. Teguh mengingatkan bahwa, “jangan menggantungkan harapan pemberian terapi konvalesen terlalu tinggi, terkadang mengharapkan terlalu tinggi bisa membuat kecewa. Selain itu juga jangan langsung panik mencari pendonor plasma konvalesen sebab belum tentu dokter membutuhkan dan tersedianya plasma konvalesen belum tentu pasti menyembuhkan Covid-19,” ungkapnya.

Pada awal-awal uji klinis terapi plasma konvalesen diberikan kepada pasien fase berat/kritis. “Akan tetapi berkembangnya peneltian, pemberian terapi plasma konvalesen kurang efekftif diberikan kepada pasien Covid-19 di fase berat/kritis,” jelas Dr. Teguh.

Dr, Teguh kembali menegaskan bahwa, “jangan terlalu berharap tinggi kepada terapi plasma konvalesen, karena seolah-olah terapi ini menyelesaikan semua halnya namun ternyata tidak demikian,” pungkasnya. (Arif AR/Reporter)