FK-KMK UGM. Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) UGM melakukan kegiatan sosial pengabdian kepada masyarakat yang berfokus untuk pengupayaan mengubah cara pandang inklusif terhadap penyandang disabilitas serta menciptakan ruang berekspresi. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk kolaborasi seni tari dan musik di Panti Asuhan Bina Siwi guna menyokong penyamarataan hak-hak penyandang disabilitas dalam berkesenian di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tim ini beranggotakan mahasiswa dari beberapa fakultas. Adapun anggota mahasiswa tersebut adalah Muhammad Jhony Fonsen & Hakam Tsaqib Hanafia (Fakultas Ilmu Budaya), Revana Sheba Pavita (FK-KMK), Regizki Maulia (Fakultas Psikologi), serta Fahrezy Thomas Pratama (Fakultas MIPA) dan didampingi oleh Dr. Hayatul Cholsy, S.S., M. Hum., dosen Fakultas Ilmu Budaya.
“Saya memiliki harapan besar untuk dapat meningkatkan nilai panti dengan membangun identitas yang jelas. Identitas jelas di sini dimaksudkan panti asuhan memiliki karakteristik sendiri, misalkan dengan memberikan tarian penyambutan tamu yang ditarikan oleh anak-anak disabilitas ketika ada kunjungan di momen tertentu. Hanya saja masih terkendala dari sisi perekonomian dan SDM,” terang Pak Sugiman selaku Ketua Yayasan Panti Asuhan Bina Siwi.
Berdasarkan keresahan tersebut, tim Tok-Show Obah memberikan solusi program “TOK-SHOW OBAH: Self Actualization Difabel dalam Berkesenian melalui Tarian dengan Iringan. Mainan Tradisional di Panti Asuhan Bina Siwi, Yogyakarta” dengan tujuan untuk membangun sistem untuk menambah value/karakteristik panti asuhan sebagai identitas, menciptakan ruang berekspresi bagi para penyandang disabilitas, dan menjaga eksistensi sekaligus sebagai ruang aktualisasi diri.
Program ini diusung dengan kolaborasi antara seni musik dan seni tari. Menariknya, tim Tok-Show Obah ini mencoba untuk bereksperimen dengan menggunakan musik pengiring pada tari yang tidak biasa, yaitu dengan menggunakan mainan tradisional berbunyi “Otok-Otok”. Eksistensi mainan Otok-Otok kian menurun oleh adanya dampak modernisasi saat ini. Maka dari itu, muncul langkah solutif untuk dapat meningkatkan kembali eksistensi mainan tradisional, hingga dapat memberikan edukasi bahwa mainan tidak hanya berfungsi sebagai mainan, tetapi dengan kreativitas yang tinggi dapat dikemas menjadi sebuah musik eksperimental.
“Selain murah, mainan Otok-otok ini juga banyak dijumpai di Yogyakarta, khususnya di Bantul. Mainan otok-otok ini bersifat multifungsi. Hitung-hitung juga sebagai bentuk pelestarian mainan tradisional di era yang sekarang,” ujar Hakam.
Selain menggunakan iringan yang tidak biasa, ragam gerak tarinya pun bervariasi dari ragam gerak tari biasanya. Dalam karya ini, tim melibatkan ragam gerak dasar gaya Yogyakarta seperti ngeruji, ngithing, dan ukel serta gerak bahasa isyarat untuk dimunculkan sebagai identitas karya, seperti sapaan sederhana “Halo”, “Terima kasih”, dan “Aku cinta kamu”. Melalui gerak tari ini, harapannya mampu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa penyandang disabilitas memiliki kemampuan untuk tetap mendapatkan pendidikan dengan metode pengayaan yaitu pendidikan sesuai dengan keterampilan dan kemampuan mereka. Salah satunya dari pelatihan keterampilan menari.
Pada pelatihan tarian, anak-anak Panti Asuhan Bina Siwi mengikuti dengan antusias. Melalui respon positif ini, harapannya program dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan kebutuhan panti asuhan. Selain itu, kegiatan ini berkelanjutan sebagai kegiatan wajib ekstrakurikuler dan mampu menjadi identitas karakteristik Panti Asuhan Bina Siwi, serta dapat mengubah cara pandang inklusif pada anak disabilitas. (Kontributor: Revana Sheba Pavita).