Mengenal Proses Koding dalam Penelitian Kualitatif

FK-KMK UGM. Sejalan dengan terus berkembangnya penelitian kualitatif, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM rutin untuk terus menyelenggarakan acara BreaK (Bicara tentang Kualitatif) setiap minggunya. Pada minggu ini topik yang dibahas adalah “Membangun Koding” bersama narasumber Prof. dr. Ari Probandari, MPH, Ph.D dari Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dimoderatori oleh Dr. dr. Merita Arini, MMR pada Jumat (6/8).

Data coding atau pengodean data memegang peranan penting dalam penelitian kualitatif untuk proses analisis data, dan menentukan kualitas abstraksi data hasil penelitian. Untuk meningkatkan keterampilan seorang peneliti yang berkeinginan untuk menjadi mahir dalam melakukan analisis kualitatif, harus belajar untuk mengodekan data dengan baik dan mudah. Salah satu keunggulan penelitian sebagian besar terletak pada keunggulan pengodean data.

“Tahap awal dari data kualitatif adalah proses koding. Namun, sebetulnya tidak hanya dalam penelitian kualitatif saja, ada dalam penelitian kuantitatif juga. Prosesnya juga terbagi menjadi dua yaitu koding dasar dan koding lanjutan” ucap Prof. Ari saat mengawali sesi.

Menurut Prof. Ari proses menghasilkan koding secara umum diawali dengan menemukan code/ label makna kemudian dikelompokkan dalam kategori yang dijadikan dasar untuk menentukan tema dan pada akhirnya akan menghasilkan teori. Dalam pembuatan koding penelitian kualitatif, makna yang didapatkan dari wawancara bisa berbagai arti. Makna tersebut dapat diambil melamui hasil dari text wawancara langsung ataupun hasil intrepetasi makna yang terkandung dari wawancara tersebut.

“Hal-hal yang dapat dapat dilakukan pengkodean sangat bermacam-macam. Seperti makna pernyataan, perilaku, peristiwa, perasaan, tindakan dari informan, dan banyak hal tergantung apa yang terkandung dalam segmen data yang dihadapi.” , tambahan dari Prof. Ari.

Diakhir sesi Prof. Ari memberikan tips kepada peserta supaya proses koding menjadi menyenangkan yaitu jangan menganggap text tanskrip menjadi beban, namun menjadi text cerita seperti novel. Dari mindset tersebut diharapkan peneliti yang akan membaca dan menganalisis transkrip menjadi lebih enjoy untuk membaca dan memaknai koding itu sendiri. (Yuga/Reporter)