Mengenal Metode Transplantasi Kornea Mata

FK-KMK UGM. Saat ini, 36 juta orang di seluruh dunia mengalami kebutaan. Kondisi ini tersebar di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah kasus kebutaan terbanyak di seluruh dunia. Dengan kondisi ini, setiap tahun terdapat 185.000 kasus transplantasi kornea di seluruh dunia.

Hal ini dipaparkan oleh Llyod Berthold Williams, MS, MD, PhD (Duke Eye Center, Duke University) narasumber kuliah pakar “Current Perspectives on Corneal Transplantation” yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM di Auditorium lantai 1 Gedung Pascasarjana Tahir FK-KMK UGM, Rabu (31/01).

Meski transplantasi kornea merupakan tindakan yang sudah umum dilakukan, dunia kesehatan masih menghadapi tantangan dalam prosesnya. Menurut Williams, salah satu tantangan dalam transplantasi kornea adalah reaksi penolakan. Meski hanya ada kemungkinan sebanyak 20%, tetapi reaksi penolakan menyebabkan gangguan penglihatan, seperti kehilangan kemampuan penglihatan, nyeri pada mata, mata merah, serta hipersensitifitas terhadap cahaya.

Dalam kesempatan ini, Williams juga memberikan paparan mengenai 4 metode transplantasi kornea, yaitu penetrating keratoplasti (PKP), Descemet’s Striping Automated Endothelial keratoplasty (DSAEK), Descemet’s Membrane Endothelial Keratoplasty (DMEK), dan Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK). Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

PKP merupakan teknik transplantasi kornea dengan mengambil sumber lapisan kornea yang rusak dan digantikan oleh kornea pendonor dengan menjahitnya di sekeliling jaringan. DSAEK adalah penggantian kornea bagian belakang/endotel yang mencakup lapisan dari stroma hingga endotel. DALK adalah pembedahan kornea mata di mana lapisan kornea tetap dipertahankan dan menambah lapisan kornea agar ketebalan kornea sesuai. Terakhir, DMEK adalah metode transplantasi yang menggunakan lapisan jaringan donor yang jauh lebih tipis.

Teknik DSAEK lebih baik daripada DMEK apabila diterapkan pada mata dengan kondisi bilik mata depan yang rumit, termasuk mata yang mengalami afakia, implan Baerveldt, cacat iris yang besar, dan hipotonus. Karena teknik ini memiliki tingkat rebubbling yang rendah, teknik DSAEK juga direkomendasikan untuk pasien yang kondisinya disebabkan karena alasan medis atau sosial dan hanya dapat menerima satu kali perawatan.

DMEK adalah teknik transplantasi yang paling canggih. Pada pasien phakic dengan lensa jernih, hasil pascaoperasi setelah DMEK sama baiknya atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan tiga kali prosedur pembedahan. Sebaliknya, teknik lamelar modern seperti DMEK dan DSAEK tidak cocok untuk mata dengan jaringan parut kornea yang nyata pada stroma dan neovaskularisasi kornea yang parah. Maka dari itu, dalam kondisi ini teknik PKP dipakai. (Nirwana/Reporter)