FK-KMK UGM. Pemerintah memiliki upaya untuk mengembangkan kekayaan alam yang ada di Indonesia supaya bisa berkontribusi dalam kesehatan nasional. Salah satu upayanya adalah pengembangan obat bahan alam.
Dr.rer.nat. apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc dari Departemen Farmakologi dan Terapi dalam Bincang Sehat RAISA: Radio Indonesia Sehat (27/2) dengan topik “Fitofarmaka, Obat Asli Indonesia” mengatakan bahwa sebenarnya obat herbal asli Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu. Namun, penggunaannya belum berdasarkan pada penelitian ilmiah. “Akhirnya tahun 2007 dibuat kebijakan nasional untuk mengembangkan saintifikasi jamu sehingga dalam pengembangannya akan diketahui jumlah zat aktif dan kandungannya yang sesuai dengan dosis untuk pengobatan,” jelas Arko.
Ada 2 jenis obat yang dikembangkan dari bahan alam, yaitu obat herbal terbatas dan fitofarmaka. “Obat herbal terbatas adalah obat herbal yang sudah melalui pengujian praklinik dan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan. Sedangkan fitofarmaka adalah jenis obat yang sudah diuji penggunaannya pada manusia,” terang Arko.
Bentuk dan cara konsumsi obat herbal berbeda-beda tergantung pada bahan yang digunakan. “Untuk obat tradisional ada yang diminum, dioles, digunakan sebagai spa, hingga dihisap. Sedangkan untuk obat modern biasanya berbentuk tablet, soft capsule, dan hard capsule,” ujar Arko.
Menurut Arko, saat ini banyak orang menganggap bahwa obat luar negeri lebih bagus. Pada kenyataannya tidak begitu. Banyak obat asli Indonesia yang khasiatnya tidak perlu diragukan lagi. Kekurangan dari obat asli Indonesia adalah harganya yang kurang kompetitif. “Diperlukan pengembangan lebih lanjut supaya Indonesia bisa mengatasi persoalan harga ini,” tambahnya. Artikel ini terkait dengan pilar 3 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu Kehidupan Sehat dan Sejahtera. (Nirwana/Reporter. Editor: Widarti)