Mendiagnosis dan Mengatasi Kebiasaan Menunda

FK-KMK UGM. Mayoritas masyarakat di Indonesia memiliki kebiasaan mengerjakan tugas menjelang deadline dan menunda-nunda pekerjaan tersebut. Banyak yang menganggap jika mengerjakan tugas menjelang batas waktu justru memunculkan ide-ide kreatif.

Namun, kebiasaan tersebut sebenarnya termasuk dalam kebiasaan yang tidak baik karena akan berdampak pada performa belajar bahkan nilai yang diperoleh. Kebiasaan ini disebut dengan procrastination atau prokrastinasi yaitu suatu kebiasaan seseorang untuk menunda mengerjakan suatu pekerjaan atau tugas.

Hal itulah yang melatarbelakangi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM menyelenggarakan kegiatan rutin kali ini “Lunch Discussion” mengangkat topik “Fatamorgana Kegiatan Menunda (Procrastination): Bagaimana Mendiagnosis dan Mengatasinya?”, yang diadakan secara daring, Rabu (20/04).

Topik yang diangkat pada diskusi siang itu mengambil istilah Fatamorgana karena diibaratkan bahawa diawal menunda suatu pekerjaan itu terlihat nyaman dan meringankan pekerjaan, tetapi pada akhirnya dibelakang malah menimbulkan masalah lain yang lebih besar. Seperti itulah prokrastinasi yang digambarkan oleh dr. Yoyo Suhoyo, M.Med.Ed. Ph.D. dalam mengawali diskusinya siang itu.

Pada sesi pertama dibuka oleh narasumber dari Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Idei Khurnia Swasti, S.Psi., M.Psi., yang menyampaikan mengenai aspek psikologi dan bagaimana  cara mendiagnosis kebiasaan menunda (Procrastination).

“Sebetulnya prokrastinasi bukan merupakan sebuah diagnosis klinis di dunia kedokteran, tetapi memang menjadi problem dalam penyesuaian hidup sehari-hari jika seseorang berhadapan dengan situasi yang menekan”, jelas Idei.

Kemudian dalam aspek psikologi, prokrastinasi atau menunda suatu pekerjaan biasanya dilakukan karena seseorang menganggap tugas tersebut adalah stressor yang akan mengancam diri sendiri, sehingga harus menghindar dan menundanya.

“Kebiasaan menghindar dan menunda ini juga disebabkan karena seseorang merasa dirinya tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan tersebut, tidak percaya diri dan menganggap pekerjaan itu terlalu sulit untuk dirinya”, ungkap Idei.

Beliau menyampaikan bahwa menunda-nunda pekerjaan tidak bisa terus menerus dilakukan karena apabila hal tersebut menjadi kebiasaan malah justru akan mempengaruhi kesehatan mental dan emosi kita. (Yuga Putri/Reporter)