Menapaki Kebijakan Baru: Seminar Pengembangan Kompetensi Tenaga Kesehatan Pasca UU Nomor 17 Tahun 2023

FK-KMK UGM. Pusat Kajian Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM mengadakan seminar penting yang membahas Kebijakan Pengembangan Kompetensi Tenaga Kesehatan setelah penerapan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Seminar ini dipandu oleh Sekretaris PKMK, Shita Listyadewi, MPP, dan dibuka oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS, Ketua PKMK FK-KMK UGM. Dr. Andreasta mengumumkan bahwa PKMK kini resmi terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan, yang menandai pencapaian besar bagi institusi ini dalam melaksanakan pelatihan dengan sertifikat resmi melalui platform Plataran Sehat. Dalam proses akreditasi ini, PKMK mendapatkan dukungan dari berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan RI, Dekanat FK-KMK, Bapelkes, dan Dinkes DIY. Dengan status terakreditasi ini, PKMK diharapkan dapat menghadapi tantangan baru untuk menyelenggarakan pelatihan berkualitas yang memberikan manfaat bagi individu dan institusi dalam pengembangan kompetensi.

Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, Ph.D, FRSPH, Dekan FK-KMK UGM. Prof. Yodi menekankan bahwa visi FK-KMK sejak didirikan 73 tahun lalu adalah untuk mendidik tenaga kesehatan yang kompeten. FK-KMK UGM telah mencatat banyak inovasi, termasuk Interpersonal Education, dengan tujuan utama menyediakan akses pendidikan dan pelatihan berkualitas bagi seluruh tenaga kesehatan.

Pemateri pertama, dr. Yuli Farianti, M.Epid, Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia, membahas Kebijakan Peningkatan Kompetensi Pasca UU Nomor 17 Tahun 2023. Dr. Yuli menggarisbawahi bahwa pelatihan tenaga kesehatan saat ini belum merata dan sesuai kebutuhan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan menginisiasi pelatihan terakreditasi dengan berbagai format, termasuk daring, luring, dan hybrid. Pelatihan ini akan dilakukan berdasarkan asesmen kebutuhan dan kurikulum terstandar, serta dilaksanakan oleh institusi yang terakreditasi. Dengan adanya SKP atau satuan kredit profesi yang terintegrasi secara nasional, Kemenkes berharap banyak lembaga di seluruh Indonesia akan meraih akreditasi untuk meningkatkan kualitas pelatihan. Plataran Sehat diharapkan menjadi solusi efisien untuk penyelenggaraan pelatihan yang masif.

Pemateri kedua, Prof. Dr. dr. Hera Nirwati, M.Kes, Sp.MK, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset dan SDM FK-KMK, membahas peran universitas dalam pengembangan kompetensi tenaga kesehatan. Prof. Hera menekankan pentingnya kompetensi SDM kesehatan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pusat kajian FK-KMK dan berbagai pihak untuk memastikan kompetensi SDM kesehatan yang merata. Dekanat FK-KMK UGM menyambut positif akreditasi PKMK dan berharap PKMK dapat diakses oleh masyarakat luas.

Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS, kemudian menjelaskan peran pusat penelitian dalam pengembangan kompetensi tenaga kesehatan. Ia menunjukkan adanya ketimpangan kompetensi di lapangan dan kebutuhan akan pelatihan yang mencakup technical skill, managerial skill, dan human relations skill. PKMK UGM berkomitmen untuk mengembangkan pelatihan yang mengikuti syarat Kemenkes dan dapat diakses melalui diklat-kesehatan-ugm.net. Sebagai lembaga terakreditasi, PKMK juga mendukung pembelajaran melalui Massive Online Open Course (MOOC).

Pembahas pertama, Prof. dr. Ari Natalia Probandari, MPH, Ph.D, dari Universitas Sebelas Maret, memberikan pandangan tentang kebijakan tenaga kesehatan sebagai bagian dari transformasi kesehatan. Prof. Ari menyatakan bahwa implementasi kebijakan mungkin tidak sepenuhnya sesuai konsep karena adanya deviasi implementasi. Ia juga menyoroti pentingnya riset implementasi untuk memperbaiki kebijakan dan meningkatkan kualitas pelatihan.

Pembahas kedua, Prof. Dr. dr. M. Yani, M.Kes., PKK., Sp.KKLP, dari Universitas Syiah Kuala Aceh, mengkritisi rendahnya persentase tenaga kesehatan yang mendapatkan pelatihan pada tahun 2023 dan pentingnya memastikan pelatihan terakreditasi sesuai kebutuhan dan kompetensi. Ia juga menyoroti masalah distribusi tenaga kesehatan dan perlunya perhatian terhadap kekurangan di daerah-daerah tertentu.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D, Staf Khusus Resilience Kesehatan Kemenkes RI, menekankan perlunya pembentukan tim training interprofesi dan menjelaskan pentingnya standar SKP internasional. Ia juga membahas bagaimana pelatihan daring dapat memberikan manfaat bagi akademisi lokal dan tenaga kesehatan di daerah terpencil.

Acara ditutup dengan sesi tanya jawab, di mana peserta bertanya tentang bagaimana universitas dapat menjamin kompetensi lulusan dan standar biaya pelatihan untuk institusi terakreditasi. Jawaban dari para ahli menegaskan pentingnya sistem penjaminan mutu, akreditasi, dan mekanisme beasiswa untuk meningkatkan akses dan kualitas pelatihan tenaga kesehatan. Artikel ini sejalan dengan pilar 4 SDGs: Pendidikan Berkualitas. (Kontributor Widarti/ PKMK)

 

Berita Terbaru