Menakar Implementasi JKN

Kesehatan merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan dan peningkatan daya saing bangsa. Kesehatan bukan hanya menyangkut hak warga negara saja seperti yang tertuang dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 melainkan juga memiliki peran vital dalam menentukan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dari suatu bangsa.

Pada awal tahun 2014, Indonesia menjalani babak baru terkait dengan sistem pembiayaan kesehatan dengan diluncurkannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pembiayaan berdasarkan JKN ini menganut prinsip keadilan vertikal dimana kontribusi warga dalam pembiayaan kesehatan ditentukan berdasarkan kemampuan untuk membayar, bukan berdasarkan kondisi kesehatan atau kesakitan seseorang. JKN sekaligus merupakan kebijakan dari pemerintah sebagai pengejawantahan konsep jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage).

Tahun ini genap satu tahun JKN diterapkan di Indonesia. Dalam momentum ini Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KP-MAK) Fakultas Kedokteran UGM mengadakan Seminar “Menakar Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional : Input Perbaikan Pelaksanaan.”

Dalam seminar yang berlangsung pada Sabtu, 28 Maret 2015 di Gedung Diklat Lantai 4, RSUP. Dr. Sardjito ini selain dibahas mengenai evaluasi satu tahun pelaksanaan JKN juga diulas mengenai sedikit gambaran konsep mengenai Kartu Indonesia Sehat.

Seminar dibagi kedalam tiga sesi acara. Sesi pertama mengenai Kebijakan Kartu Indonesia Sehat : Problem dan Solusi untuk Jaminan Kesehatan Nasional. Dalam sesi pertama ini dihadirkan empat narasumber yang mewakili empat institusi berbeda yakni Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D (KP-MAK FK UGM), dr. Donald Pardede, MPPM (Kepala Pusat PPJK Kemenkes RI), Dra. LB. Andayani Budi Lestari, MM, AAK (Kepala BPJS Divisi Regional IV Jateng & DIY), dan dr. Balerina JPP, MM (Kepala Dinas Kesehatan Balikpapan).

Dalam presentasinya Donald Pardede menghimbau meskipun masih banyak persoalan dalam implementasi JKN dalam setahun ini baik dari skala nasional hingga di daerah, Donald menilai bahwa JKN yang prinsip pembiayaannya menggunakan sistem kapitasi dan INA-CBGs sebenarnya telah mampu mengembalikan pelayanan kesehatan kepada prinsip dasarnya. Dimana dalam sistem JKN ini rumah sakit sudah mulai meninggalkan paham liberal dan orientasi terhadap pasar. Saat ini dengan adanya JKN rumah sakit sudah mulai aware terhadap tindakan medis yang harus dilakukan, dan efisiensi serta kendali mutu yang terjaga.

Presentasi berikutnya dipaparkan oleh Dra. LB. Andayani Budi Lestari, MM, AAK selaku Kepala BPJS Divisi Regional IV Jateng & DIY. Andayani memaparkan mengenai pencapaian dari BPJS Kesehatan selama 2014 hingga konsep Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang nanti akan disosialisasikan.

“Di tingkat nasional, jumlah penduduk yang telah terdaftar sampai dengan Februari 2015 sebagai peserta JKN (BPJS Kesehatan) saat ini telah mencapai 138,5 juta jiwa. Hal ini jauh melampaui target yang ditetapkan sebelumnya yang hanya menargetkan 121,6 juta jiwa. Selain, itu di Divre IV (Jateng & DIY) hingga saat ini terdapat sebanyak 21,3 juta jiwa yang sudah terdaftar di BPJS Kesehatan,” ungkapnya. Dalam kesempatan itu pula Andayani mejelaskan mengenai tantangan yang dihadapi BPJS Kesehatan apabila KIS akan diterapkan di Indonesia nantinya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Balerina dalam presentasinya juga memaparkan mengenai tantangan di daerahnya yang terkait dengan implementasi JKN selama 2014. Di Balikpapan sendiri sudah ada beberapa jaminan kesehatan selain JKN, seperti Jamkesda, Jamkesprov Kaltim, dan Jamkesmas. Balerina juga mengutarakan beberapa kendala yang dialami apabila KIS jadi diterapkan di Balikpapan.

“Kota Balikpapan yang merupakan salah satu kota tempat uji implementasi KIS, masih menjumpai beberapa kendala. Masalah di daerah seperti data penerima KIS (by name, by address) yang masih belum ada. Hal ini tentu menimbulkan kebingungan bagi kami di daerah, karena dengan belum adanya data tersebut kami belum dapat melakukan sinkronisasi data sehingga ditakutkan ada tumpang tindih dalam pembiayaan,” pungkasnya.

Evaluasi menyeluruh JKN

Secara implementasi di lapangan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Ali Ghufron menuturkan perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap JKN ini dengan objektif dan memperhatikan masukan dari fasilitas kesehatan selaku mitra dan dari peserta itu sendiri selaku pengguna layanan. Ghufron menilai perlu adanya komitmen dari pemerintah untuk merumuskan alokasi dana untuk sektor kesehatan menjadi sebesar 5 persen dari APBN. Dengan asumsi APBN Indonesia di tahun 2014 untuk sektor belanja sebesar Rp 1.842,5 triliun maka idealnya dengan asumsi 5 persen tadi sektor kesehatan mendapatkan porsi sebesar Rp 92,1 triliun. Namun, faktanya pada 2014 sektor kesehatan hanya mendapatkan anggaran sebesar 46,5 triliun.

Selain itu, Ali Ghufron juga melanjutkan uang tersebut nantinya dapat digunakan untuk penguatan infrastruktur pelayanan kesehatan baik di layanan primer maupun rumah sakit di kabupaten atau kota. Sehingga, pelayanan yang diberikan dalam JKN juga menjadi optimal.

Sesi berikutnya dilanjutkan dengan tema Peran Daerah dalam Implementasi KIS dan JKN dengan narasumber dari Pusat KP-MAK FK UGM dan Kepala Jamkesos D.I. Yogyakarta Drs. Elvy Effendy, M.Si, Apt.

Elvy Effendy menuturkan hingga saat ini Provinsi D.I. Yogyakarta melalui Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesos) sudah memberikan bantuan iuran kepada 3,7 juta jiwa penduduk di D.I. Yogyakarta. Dan, dalam rencana penerapan program KIS, Effendy mengaku kepala daerah dan kepala instansi yang mengurusi jaminan kesehatan masih belum mendapatkan sosialisasi yang komprehensif dari A-Z mengenai program KIS itu sendiri.

Seminar ditutup dengan sesi ketiga yang mengambil tema Konsep dan Strategi Implementasi Coordination of Benefit dalam JKN yang diisi oleh para narasumber dari praktisi pembiayaan swasta. (Adit/Reporter)