FK-KMK UGM. Sebagai langkah lanjutan dari forum Brainstorming Health Tourism di Indonesia: Past, Present, Future, diskusi online bertajuk Mempersiapkan Pendidikan SDM Kesehatan dengan Kompetensi Medical Wellness diselenggarakan oleh FK-KMK UGM. Acara ini bertujuan menjawab kebutuhan mendesak akan tenaga kesehatan dengan sertifikasi medical wellness, yang dinilai penting dalam pengembangan layanan medical wellness tourism di Indonesia.
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., dari PKMK FK-KMK UGM membuka diskusi dengan menyampaikan keprihatinannya bahwa Indonesia saat ini belum memiliki sistem sertifikasi kompetensi tenaga medis di bidang medical wellness. Akibatnya, peluang ini berisiko diambil alih oleh tenaga asing. Ia menyoroti contoh Thailand, yang telah memiliki program pendidikan medical wellness di institusi ternama seperti Faculty of Medicine Sririraj Hospital dan Mahidol University. Menyikapi kondisi tersebut, ia mendorong dibentuknya kolegium lintas profesi yang dapat memfasilitasi penyusunan standar kompetensi, bekerja sama dengan Konsil Kesehatan Indonesia, dimulai dengan pembentukan tim kecil pengembang pelatihan dan pendidikan.
Paparan pertama disampaikan oleh dr. Tanjung Subrata, M.Repro dari Universitas Warmadewa Bali. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah memulai pendidikan terkait medical wellness, meski dihadapkan pada tantangan dasar pengetahuan peserta yang beragam. Untuk menjawab kebutuhan ini, Warmadewa telah mengembangkan program sertifikasi trainer dengan berbagai jenjang dan tingkat kompleksitas, termasuk spa therapist anatomy course yang telah diikuti oleh 28 peserta dari latar belakang pendidikan yang bervariasi.
Dilanjutkan oleh Dr. dr. Made Kurnia Widiastuti Giri, S.Ked., M.Kes dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), yang memaparkan model pembelajaran interdisipliner dalam wellness tourism. Ia menekankan bahwa pengajaran dilakukan secara menyenangkan dan adaptif, mencakup herbal medicine, yoga, anti-aging medicine, akupunktur, hingga sport medicine. Mahasiswa juga mendapatkan Surat Pendamping Ijazah (SKPI), sebagai bentuk pengakuan kompetensi tambahan.
Sementara itu, Dr. Sri Rahayu, S.Tr.Keb., S.Kep., Ners., M.Kes menekankan bahwa wellness sudah menjadi kebutuhan kesehatan masyarakat modern. Oleh karena itu, penyiapan SDM di bidang ini tidak hanya mengacu pada regulasi kurikulum terkini, seperti Permendikbud No. 53 Tahun 2023, tetapi juga melibatkan pelatihan dosen, magang, hingga short course. Kompetensi lulusan diharapkan mencakup keterampilan seperti acupressure, hydrotherapy, massage, hingga nutritional counseling.
Paparan terakhir oleh Dr. Hanung Prasetyo, A.Md.Akup., S.Kp., S.Psi., M.Si, menggarisbawahi pentingnya penyiapan tenaga pengajar dan pengembangan kurikulum berbasis best practice global yang disesuaikan secara lokal. Ia menambahkan bahwa sarana prasarana seperti laboratorium anatomi dan akses digital harus diperkuat untuk menunjang pembelajaran inovatif. Kolaborasi lintas disiplin dan keterlibatan para stakeholder menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pendidikan medical wellness yang berkelanjutan.
Diskusi ini menghasilkan satu benang merah penting: Indonesia harus segera mempersiapkan SDM kesehatan dengan kompetensi tambahan di bidang medical wellness untuk menjawab tantangan global, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan mempertahankan kedaulatan profesi kesehatan nasional. Selain itu, diskusi ini sejalan dengan SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dan SDG 17: Kemitraan untuk Tujuan. (Kontributor: Bestian Ovilia).