FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada meluluskan mahasiswa Program Studi Doktor, dr. Khairan Irmansyah, Sp.THT-KL., M.Kes dengan predikat Sangat Memuaskan sebagai Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan. Pada ujian terbuka di Auditorium Lantai 8 Gedung Tahir Foundation FK-KMK UGM pada Jumat, (29/08). dr. Khairan Irmansyah, Sp.THT-KL., M.Kes memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Pemikiran Baru tentang Pengelolaan Rumah Sakit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Berdasarkan Beban Kerja yang Ideal”.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab tantangan ketidakseimbangan distribusi dokter, khususnya spesialis, yang semakin meningkat setelah implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian dilaksanakan di RST Tk. III dr. Soetarto Yogyakarta dan RST Tk. IV dr. Asmir Salatiga sepanjang tahun 2025 dengan melibatkan dokter spesialis, dokter umum, serta tenaga medis lain sebagai responden.
Dilatarbelakangi dari meningkatnya jumlah pasien umum pasca implementasi JKN, yang tidak diikuti dengan penambahan tenaga medis, terutama dokter spesialis. Kondisi tersebut memunculkan beban kerja berlebih pada sejumlah spesialis, menurunkan mutu pelayanan medis, dan berisiko terhadap keselamatan pasien, khususnya dalam kasus kegawatdaruratan dan penyakit kompleks.
“Kondisi nyata di Rumah Sakit Tentara, RST Angkatan Darat di Indonesia kurang lebih 100 rumah sakit, di mana terjadi peningkatan beban kerja yang sangat signifikan. Sedangkan rumah sakit tersebut didesain dengan batas anggaran yang jelas. Untuk penambahan personil dalam beban kerja tersebut terbatas. Sehingga yang kami lakukan adanya integrasi program residen ke rumah sakit tentara,” terang dr. Khairan
Metode penelitian menggunakan pendekatan campuran (mixed-method) dengan desain observasional kuantitatif dan eksploratif kualitatif. Sebanyak 57 responden dilibatkan dalam pengisian instrumen beban kerja, sementara wawancara mendalam dilakukan kepada delapan informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan ketimpangan beban kerja antara spesialis di dua lokasi, misalnya dokter spesialis anak dan penyakit dalam di RST Salatiga, serta spesialis bedah dan THT-KL di RST Yogyakarta. Selain itu, ditemukan fakta bahwa dokter umum kerap menangani kasus gawat darurat tanpa pelatihan yang memadai, sehingga berisiko menimbulkan kelelahan dan kesalahan medis.
Temuan penelitian merekomendasikan adanya pelatihan terstruktur bagi dokter umum, redistribusi tenaga medis, serta pemanfaatan dokter residen sebagai solusi potensial. Kehadiran dokter residen dinilai mampu menurunkan beban kerja spesialis sekaligus meningkatkan mutu pelayanan medis di RST. Lebih jauh, RST memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai rumah sakit pendidikan dengan model residensi berbasis rumah sakit, sehingga mencetak tenaga medis yang terlatih sekaligus memperkuat jejaring layanan kesehatan.
Upaya ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera melalui peningkatan mutu pelayanan kesehatan, SDG 4: Pendidikan Berkualitas melalui penguatan peran rumah sakit pendidikan dalam mencetak tenaga medis, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan dengan kolaborasi lintas institusi dalam memperkuat sistem kesehatan nasional. (Humas/Sitam).