Langkah Awal UGM dan Duke-NUS Singapura dalam Mendorong Institusionalisasi Surveilans Air Limbah di Indonesia

FK-KMK UGM.Pusat Kajian Kesehatan Anak (PKKA-PRO) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Center for Outbreak Preparedness, Duke-NUS Medical School Singapura telah mengadakan rangkaian kegiatan Advancing Public Health: Institutionalizing Wastewater Surveillance in Indonesia yang diselenggarakan pada 30 April – 13 Mei 2024. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan surveilans air limbah yang telah dilakukan secara rutin oleh tim PKKA-PRO FK-KMK sejak tahun 2021 dan bertujuan untuk  menginstitusionalisasi surveilans air limbah sebagai bagian dari praktik surveilans rutin di Indonesia pada tingkat nasional dan provinsi. Institusionalisasi surveilans air limbah ini akan berperan sebagai pelengkap dari surveilans konvensional sehingga dapat memantau penyakit secara lebih efisien dan membantu memandu pengambilan keputusan kesehatan masyarakat. Rangkaian kegiatan ini direncanakan dalam lima tahap, yang mana saat ini sedang berjalan rangkaian tahap pertama. Tahap pertama ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang tersedia, serta memetakan pemangku kepentingan utama dan patogen prioritas untuk pelaksanaan surveilans air limbah.

Terdapat tiga kegiatan kunci yang dilaksanakan pada tahap pertama dari kegiatan Advancing Public Health: Institutionalizing Wastewater Surveillance in Indonesia yaitu Kick Off Meeting and quantitative survey (Daring, 30 April 2024),  focus group discussion (Daring, 6 – 7 Mei 2024), serta co-creation workshop (Yogyakarta, 13 Mei 2024).  Rangkaian kegiatan tahap pertama dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan seperti perwakilan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BBLKM), Balai Besar Laboratorium Kesehatan Lingkungan (BBLKL), Balai Besar Veteriner,  World Health Organization (WHO) Indonesia, Food and Agriculture Organization (FAO) Indonesia, akademisi, dan masih banyak lagi.

Kegiatan surveilans air limbah ini sangat didukung oleh pemangku kepentingan, faktanya survei kami menunjukkan bahwa 67% partisipan sangat mendukung dan 33% partisipan  mendukung penggunaan surveilans air limbah untuk memantau tingkat infeksi di komunitas. “Saya sangat setuju dilakukannya environmental surveillance atau melalui wastewater surveillance, karena dapat melihat derajat resistensi dari beberapa mikroba yang ada di lingkungan.”, tutur dr. Krisna Nur Andriana Pangesti, MS, PhD selaku perwakilan dari Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Selain itu, dr Risalia Arisanti MPH atau kerap disapa dokter Santi, yang merupakan perwakilan dari Field Epidemiology Training Program (FETP) Indonesia turut menyampaikan “Sangat bagus jika kita bisa memanfaatkan sistem surveilans air limbah. Saya pikir ini adalah awal yang baik untuk memperluas penggunaan surveilans air limbah”. Melalui proses ko-kreasi, telah teridentifikasi patogen manusia dan One Health yang diprioritaskan untuk surveilans air limbah. Patogen yang diberi prioritas didasarkan pada dampaknya yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat, serta potensi pencegahan dengan vaksinasi dan detektabilitas di dalam air limbah. Patogen manusia yang menjadi prioritas ialah polio, campak, dan rotavirus. Dalam konteks patogen One Health, fokus utama para pemangku kepentingan adalah pada avian influenza dan patogen yang resisten terhadap antimikroba. Kesepakatan mengenai patogen prioritas dan pemetaan pemangku kepentingan, serta komitmen kolaborasi yang muncul dari tahap awal ini merupakan bekal penting dalam upaya institusionalisasi surveilans air limbah menjadi program di tingkat provinsi dan nasional. Harapannya, di masa depan program surveilans air limbah di tingkat nasional dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan tujuan 3 (ketiga) dari SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, tujuan ke-6: Air Bersih dan Sanitasi Layak, serta tujuan ke-17 yaitu Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. (Penulis: Bayu Adji Pratama dan Wilsen Widal Kho. Editor: Kuni Haqiati)