FK-KMK UGM. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke-7 sebagai negara dengan penderita Diabetes melitus (DM) terbanyak di dunia. Kasus tersebut mencapai angka 10,7 juta kasus dengan tingkat kontrol DM yang rendah. Ditambah, masih banyak penderita DM yang tidak terdiagnosis.
World Health Organization (WHO) memprediksi prevalensi DM di Indonesia akan terus meningkat hingga 21,3 juta kasus pada tahun 2030. Halnya, retinopati diabetika (DR) sebagai kelainan mikrovaskular di retina yang timbul akibat DM yang tidak terkontrol.
Secara global, sekitar 1 dari 3 pasien DM mengalami komplikasi berupa DR, dimana prevalensi retinopati diabetika yang mengancam penglihatan (vision-threatening retinopathy diabetic/VTDR) sebesar 12 persen.
Isu inilah yang kemudian disoroti oleh dr. Mohammad Eko Prayogo, Sp.M(K)., M.Med.Ed. dalam disertasi doktoral dirinya yang berjudul “Pengembangan dan Validasi Kamera Retina Portabel berbasis Ponsel Cerdas (RET-INNOQ) dan Perangkat Lunak Deteksi Retinopati Diabetika (M-RADR)”. Hal ini diujikan padanya pada Ujian Terbuka Program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) yang di gelar Rabu (5/9) di Auditorium Tahir Foundation FK-KMK UGM.
“Ini adalah penelitian pionir dalam inovasi alat kesehatan yang kini sangat dibutuhkan, sosok dr. Yoga telah mengembangkan sebuah sistem deteksi dari portabel berbasis smartphone yang aksesibel untuk layanan primer,” sambut Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epid, Ph.D., Sp.M(K) sebagai promotor doktor tersebut.
Selain Prof. Bayu, disertasi tersebut pun di promotori oleh dr. Vina Yanti Susanti, M.Sc, Ph.D., Sp.PD, K-EMD., Prof. dr. Jarir At Thobari, DPharm, Ph.D., dengan penguji Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH bersama jajaran penguji lainnya. Ditambah, dr. Supanji, Sp.M(K), M.Kes., Ph.D. (FK-KMK UGM), dr. Gitalisa Andayani, SpM(K) (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Prof. Ir. Hanung Adi Nugroho, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM., SMIEEE. (Fakultas Teknik UGM) sebagai tim penilai.
Menurut dr. Yoga, deteksi kelainan mata di Indonesia kerap dilakukan oleh para spesialis saja. Melalui RET-INNOQ dan M-RADR, Ia berharap dapat memperluas tingkat screening mata pada layanan primer terhadap para dokter umum maupun bidan.
“Mungkin saja nanti alat ini bisa digunakan oleh orang non medis,” tegas dr. Yoga.
dr. Gitalisa pun menambahkan rasa bangganya pada dr. Yoga atas temuan ini. “Saya tidak bisa membayangkan jika pekerjaan ini saya lakukan, saya salut karena anda mengerjakan perangkat keras dan lunak secara bersamaan,”
dr. Yoga menjelaskan perangkat ini mudah untuk dibawa dan di pasang di berbagai jenis atau merk smartphone.
“Untuk teknis pemeriksaan, cukup dengan tetes mata dan ruangan digelapkan, di mana pasien pun harus kooperatif,” jelas dr. Yoga.
Lahirnya doktor baru ini merupakan bentuk komitmen FK-KMK UGM terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yakni Kehidupan Sehat dan Sejahtera (SDG 3), Pendidikan Berkualitas (SDG 4), Industri, Inovasi, dan Infrastruktur (SDG 9), Berkurangnya Kesenjangan (SDG 10), serta Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab (SDG 12). (Isroq Adi Subakti/Reporter)