Keterbatasan Oksigen dan Tantangan Etik di IGD pada Puncak Pandemi Varian Delta

FK-KMK UGM. Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kedokteran FK-KMK UGM bersama Program Studi Magister Bioetika mengadakan webinar mingguan bertajuk “Raboan” pada Rabu (04/97) dengan tema “Dilema Etik Dokter Jaga IGD saat Terjadi Keterbatasan Oksigen pada Masa Pandemi Covid-19 Varian Delta” yang diselenggarakan secara daring.

Narasumber pada diskusi kali ini adalah dr. Eny Nurmaida, M.Bio.Et. Beliau merupakan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jember, serta alumni Magister Bioetika UGM. Pada pemaparannya, dr. Eny membahas tentang situasi keterbatasan pada saat pandemi. Beliau merupakan situasi keterbatasan ini meliputi kondisi IGD, kondisi pasien, keterbatasan Oksigen, kondisi tenaga kesehatan, serta berbagai kekacauan di pelayanan kesehatan karena pandemi.

Pada saat seperti itu, para tenaga kesehatan, khususnya dokter dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan pempertimbangkan banyak faktor. Mulai dari pertimbangan klinis dan kualitas hidup, mempertimbangkan pasien, keluarga, dan masyarakat, serta mempertimbangkan kebijakan dan konteks yang lainnya. Pertimbangan ini sejalan dengan SDGs, khususnya pada poin SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera.

“Ketika ada dilema etik, penyelesaian yang dapat digunakan adalah prinsip minus mallum-summum bonum. Yakni meminimalkan efek negatif ketika tidak ada opsi yang baik, serta berfokus pada memaksimalkan efek positif dalam pengambilan keputusan,” terang dr. Eny Nurmaida.

Di akhir diskusi, dr. Eny Nurmaida memberikan pemaparan terkait pengalaman pengambilan keputusan saat pandemi. Dalam pengambilan keputusan, dokter harus mempertimbangkan indikasi medis pemberian oksigen, preferensi pasien dan keluarga, serta menerapkan kebijakan dan SOP. Sehingga sejalan dengan SDG 4: Pendidikan Berkualitas karena bagian dari pendidikan untuk berkelanjutan.

Diskusi Raboan ini dapat menambah wawasan pembaruan informasi tentang pemahaman bioetika di kalangan praktisi kesehatan, akademisi, serta dapat memperluas jangkauan kemitraan global. Agenda Raboan yang masuk dalam pemberdayaan perempuan sebagai narasumber juga sejalan dengan SDG 5: Kesetaraan Gender serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. (Humas/Sitam).