FK-UGM. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan bidang yang spesifik. Hal ini dikarenakan K3 rumah sakit bertumpu pada jenis-jenis risiko yang bisa diterima oleh beberapa kelompok manusia di rumah sakit. Pasien, pendamping pasien, pengunjung, pegawai rumah sakit, maupun masyarakat sekitar merupakan kelompok rentan risiko. Oleh karenanya K3 rumah sakit merupakan hal yang paling kompleks.
Pelaksanaan K3 di rumah sakit selama ini terlihat masih terkotak-kotak tergantung dari tipe rumah sakit. Pemantauannya juga masih lemah. “Oleh karenanya, pelatihan ini dirasakan semakin penting untuk dilaksanakan, agar K3 bisa dipahami sebagai suatu sistem, bukan hanya parsial,” ujar koordinator pelatihan, Dr. Ir. Widodo Hariyono, Amd., M.Kes, Jumat (10/2) di ruang Truntum Wisma MM UGM.
Pada saat ini akreditasi rumah sakit bidang K3 di Indonesia telah menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap rumah sakit. Sehingga pelatihan K3 wajib untuk dilakukan secara bertahap dan terprogram sesuai rencana strategis rumah sakit sebagai dasar pelaksanaan akreditasi.
“Tema pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja RS sangat penting sejak munculnya Permenkes baru yang menyatakan bahwa K3 menjadi kewajiban yang harus segera dipenuhi, seiring dengan adanya tuntutan hukum, perekembangan IPTEK, maupun pemenuhan hak-hak konsumen,” paparnya.
Kegiatan pelatihan K3 yang merupakan salah satu bentuk rangkaian kegiatan Annual Scientific Meeting 2017 dalam rangka memperingati Dies ke-71 Fakultas Kedokteran UGM ini dibuka dalam tiga gelombang. Gelombang pertama tanggal 10-11 Februari 2017; gelombang kedua tanggal 24-25 Februari 2017; dan gelombang ketiga tanggal 10-11 Maret 2017.
Widodo juga menegaskan bahwa kegiatan pelatihan K3 ini bertujuan utama untuk memberikan pencerahan wawasan berfikir, pembentukan komitmen pribadi maupun kritis terhadap kondisi serta situasi setempat terhadap pengelolaan risiko kerja di rumah sakit.
Peserta diutamakan dari kalangan staf yang menjadi pimpinan ataupun koordinator pada unit-unit kerja di rumah sakit, anggota panitia K3 rumah sakit dan anggota kelompok kerja akreditasi K3 rumah sakit. Namun, tidak menutup kemungkinan, peserta pelatihan juga berasal dari mahasiswa yang mempunyai keseminatan dalam K3.
Di sela-sela pelatihan, Widodo menegaskan bahwa tantangan terbesar yang dihadapi dalam implementasi K3 rumah sakit berada dalam tataran konseptual manajerial. “Pemahaman manajer terhadap K3 masih dirasakan kurang ataupun pemahaman pemimpin tentang risiko masih lemah. Sedangkan tantangan kedua adalah masalah ketersediaan anggaran dan lemahnya sumber daya yang ada,” tegas staf dosen program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran UGM ini. (Wiwin/IRO)