Kerja Keras Orang Tua Sebagai Nelayan Menghantarkan Mahasiswa Asal Nabire Meraih Gelar Dokter

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) baru saja melantik 47 dokter baru pada Rabu (29/10/2025). Salah satu dokter baru yang dilantik adalah dr. Rivaldy Bram Waromi. Ia merupakan satu-satunya mahasiswa Profesi Kedokteran asal Nabire, Papua Tengah, sekaligus anak dari seorang nelayan dan peternak babi, yang berhasil meraih gelar dokter baru pada Pelantikan Dokter Periode I Tahun Akademik 2025/2026.

dr. Rivaldy menceritakan, sejak kecil, ia memang ingin menjadi seorang dokter. Cita-citanya itu bermula dari hobinya menyaksikan film animasi yang menampilkan karakter dengan kemampuan merawat dan menyembuhkan orang. Baginya, memiliki kemampuan tersebut merupakan keunggulan tersendiri dalam diri seseorang.

Namun, saat duduk di bangku SMA, tujuan dr. Rivaldy berubah. Ia kemudian memiliki impian untuk menjadi pengajar, karena ketertarikannya dalam mengajar. Lelaki kelahiran 2000 itu juga ingin membangun sekolah atau tempat belajar di daerah asalnya.

Meskipun begitu, dr. Rivaldy merasa bahwa kemampuannya tidak mencukupi untuk berkuliah di Program Studi (Prodi) Kedokteran, apalagi dengan kondisi ekonomi yang ia miliki. Dia sempat ingin berkuliah di Prodi Manajemen atau Teknik. “Saya ingin bisa lulus kuliah dan langsung kerja agar mendapatkan penghasilan sendiri. Akan tetapi, waktu itu tidak diterima dan orang tua lebih berkenan untuk (kuliah) Kedokteran, sehingga mencoba mendaftar di FK. Syukurnya, lolos,” kata dr. Rivaldy.

Setelah berhasil mendapatkan Beasiswa Afirmasi di bangku SMA, dokter berusia 25 tahun itu berhasil berkuliah di Kedokteran FK-KMK UGM. Ia memilih FK-KMK UGM sebagai tempat belajar karena ingin menimba ilmu dan mendapatkan fasilitas belajar dari tempat yang mumpuni. “Tujuannya, saya bisa mengaplikasikan ilmu yang saya dapat untuk meningkatkan pendidikan di tempat saya yang saya rasa masih perlu ditingkatkan,” ujarnya.

Berasal dari Papua, dr. Rivaldy menghadapi berbagai tantangan selama belajar di FK-KMK UGM. Ia menyebut, tantangan terbesar yang dihadapi adalah perubahan lingkungan belajar, mulai dari perubahan metode belajar semasa SMA dengan kuliah, pertemanan, dan bahasa. Bagi dr. Rivaldy, pembelajaran di FK-KMK UGM seperti menaiki level; banyak hal baru dan tantangan yang harus diselesaikan atau harus dikuasai setiap waktu. Selain itu, sumber daya yang mendukung pembelajaran juga menjadi tantangan, seperti kelompok belajar yang cocok, fasilitas pribadi dalam menunjang pembelajaran seperti laptop yang terkadang rusak namun belum dapat segera diperbaiki, atau standar kompetisi yang sangat berat karena memiliki teman-teman kuliah yang tak kalah hebat.

“Jujur, dari segi bahasa, masih menjadi tantangan buat saya hingga saat ini. Saya masih belum bisa memahami percakapan dalam bahasa Jawa. Walau saya sudah dari SMA di Jawa, namun hal tersebut masih menjadi tantangan buat saya. Akan tetapi, di balik semua itu, banyak pembelajaran dan manfaat yang saya dapatkan selama belajar di FK-KMK UGM, seperti keilmuan saya yang selalu dilatih untuk bertumbuh, skill, dan fasilitas belajar mengajar yang sangat nyata dan sesuai dengan dunia kerja. Hal itu sangat saya rasakan selama menjalani koas dan menjadi poin plus bagi saya pribadi,” jelasnya.

Beruntung, orang tua dr. Rivaldy selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya dapat bersekolah dengan baik. dr. Rivaldy menceritakan, sang ayah yang bekerja sebagai nelayan dan sang ibu yang beternak babi sering pulang larut malam demi mengupayakan biaya pendidikan dr. Rivaldy dan adiknya yang masih kecil.

Tak hanya itu, orang tua dr. Rivaldy juga selalu mengajarkan ketekunan dan keikhlasan dalam hidup. Mahasiswa Profesi Kedokteran angkatan 2023 itu mengatakan, meskipun orang tuanya dikategorikan masih kurang mampu, mereka mengajarkan untuk tetap membantu orang lain.

“Orang tua saya selalu mengajarkan saya untuk tekun dalam menjalankan sesuatu dan ikhlas dengan semua yang dikerjakan, apapun hasilnya,” tuturnya.

Setelah mendapatkan gelar dokter, dr. Rivaldy masih menunggu jadwal penempatan wahana internship. Sembari menunggu jadwal tersebut, ia ingin mendapatkan pengalaman mengajar dan mencari informasi tentang studi Magister dan beasiswa yang tersedia. Pasalnya, dr. Rivaldy berencana untuk melanjutkan studi Program Magister.

“Harapannya, saya bisa mewujudkan keinginan saya yang dulu (menjadi pengajar, membangun sekolah atau tempat belajar di daerah asalnya),” kata dr. Rivaldy.

Anak pertama dari dua bersaudara itu turut berpesan kepada para siswa di seluruh Indonesia, khususnya dari Nabire, yang bercita-cita menjadi dokter, untuk terus belajar sebagai proses bertumbuh. Ia mengatakan, para calon dokter harus tetap berjuang, meskipun dengan banyak hambatan dan keterbatasan.

“Kalau bisa, terus (berjuang). Jangan lupa untuk mencari informasi, karena kita memang harus banyak informasi untuk bisa berkembang,” tutupnya.

Pelantikan dokter baru, termasuk dr. Rivaldy yang berasal dari Nabire, merupakan upaya FK-KMK UGM dalam mendorong tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dan SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan. Upaya tersebut menjadi wujud implementasi pemberian akses terhadap pendidikan kedokteran yang adil dan setara bagi seluruh warga Indonesia, dari mana pun asalnya. Kontribusi dr. Rivaldy sebagai dokter baru juga membantu peningkatan kualitas kesehatan di Nabire, Papua Tengah. (Citra/Humas).