Keperawatan Presisi di Era Genomik: Membangun Personalized Healthcare di Indonesia

Perkembangan ilmu genomik dalam beberapa dekade terakhir telah membawa dunia kesehatan memasuki era baru yang ditandai dengan presisi yang semakin tinggi. Genomik bukan lagi sekadar wacana penelitian, melainkan telah menjadi pondasi penting dalam mewujudkan personalized healthcare pendekatan layanan kesehatan yang disesuaikan dengan profil genetik, lingkungan, dan gaya hidup setiap individu. Transformasi ini tidak hanya relevan bagi dokter atau peneliti, melainkan juga menyentuh seluruh lini profesi kesehatan, termasuk perawat.

Dalam konteks ini lahir genomic nursing, sub-disiplin keperawatan yang mengintegrasikan pemahaman genetika dengan praktik keperawatan. Perawat dituntut mampu menjelaskan implikasi genetik kepada pasien, memprediksi pola pewarisan penyakit, menentukan risiko kesehatan, mendukung proses skrining, hingga mengoordinasikan rencana perawatan yang relevan. Peran ini semakin penting mengingat banyak kondisi kesehatan, mulai dari thalassemia, Down syndrome, hingga penyakit degeneratif seperti stroke, hipertensi, dan kanker, memiliki komponen genetik yang signifikan dalam perkembangannya. Sayangnya, pengetahuan dan kompetensi perawat dalam bidang ini masih terbatas. Kesenjangan antara pesatnya kemajuan genomik dengan lambatnya integrasi dalam kurikulum pendidikan keperawatan membuat literasi genomik di kalangan perawat perlu segera diperkuat.

Indonesia sendiri telah memulai layanan genetik sejak 1970-an, meskipun dalam skala yang terbatas. Layanan ini belum merata dan sebagian besar masih berfokus di kota-kota besar. Biaya yang tinggi serta keterbatasan fasilitas menjadikannya sulit diakses masyarakat luas. Akibatnya, banyak pasien dengan penyakit genetik hanya memperoleh perawatan simptomatis, bukan berbasis deteksi dini atau terapi presisi. Padahal, beban penyakit genetik di Indonesia cukup besar, dengan tingginya angka kelahiran bayi dengan kelainan bawaan maupun kasus thalassemia yang terus meningkat.

Upaya pemerataan akses layanan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS sejak 2016 menjadi tonggak penting. Namun, layanan genetik dan genomik masih sangat terbatas dalam cakupan pembiayaan. Tes DNA, pemeriksaan kromosom, maupun skrining prenatal berbasis molekuler umumnya belum ditanggung, sehingga hanya bisa diakses mereka yang mampu membayar secara pribadi atau dirujuk ke pusat tertentu. Jika layanan genetik dapat dimasukkan ke dalam skema JKN, manfaat jangka panjangnya sangat besar, terutama dalam pencegahan penyakit. Skrining pembawa thalassemia, misalnya, berpotensi menekan angka kelahiran penderita baru sekaligus mengurangi beban ekonomi negara.

Sejalan dengan itu, pemerintah meluncurkan Proyek Genom Nasional Indonesia pada tahun 2022 untuk mengumpulkan data genetik masyarakat Indonesia. Langkah ini bertujuan mendukung penelitian penyakit, memperkuat basis data genetik nasional, serta mendorong pengembangan layanan kesehatan presisi. Selain itu, Indonesia juga mulai menunjukkan minat pada pengembangan terapi gen untuk menangani penyakit genetik seperti thalassemia maupun kanker, meskipun riset dan penerapannya masih terus berkembang. Momentum ini semakin kuat dengan hadirnya tes genetik terpadu pertama di National Hospital Surabaya pada 8 September 2025, yang dirancang untuk mendorong kedokteran presisi dengan terapi lebih personal dan tepat sasaran berdasarkan DNA individu.

Dalam mendukung agenda transformasi kesehatan presisi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM telah mengambil langkah nyata melalui penyelenggaraan Summer Course on Genomics and Precision Medicine 2023. Program ini melibatkan mahasiswa lintas disiplin dari berbagai negara dan universitas, serta menghadirkan pakar dari dalam dan luar negeri untuk memperkuat literasi genomik lintas profesi. Selain itu, pada 14–25 Juli 2025, FK-KMK UGM kembali menyelenggarakan Summer Course on Interprofessional Healthcare – Integrative Cancer Management: A Roadmap to Better Outcome yang berkolaborasi dengan Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Psikologi UGM. Program ini diikuti oleh 107 peserta dari 30 universitas dalam dan luar negeri, dengan salah satu topik penting yang diangkat adalah precision medicine and care dalam penatalaksanaan kanker. Fakta ini menunjukkan konsistensi FK-KMK UGM dalam mengembangkan kapasitas tenaga kesehatan, termasuk perawat, agar mampu menghadapi tantangan di era genomik.

Dengan berbagai terobosan tersebut, masa depan keperawatan presisi di Indonesia sangat bergantung pada sinergi antara pendidikan, layanan, dan kebijakan. Kurikulum keperawatan perlu mengintegrasikan materi genomik secara sistematis; layanan kesehatan harus memperluas ketersediaan tes dan konseling genetik hingga ke tingkat daerah; sementara kebijakan nasional perlu memastikan layanan genetik dapat masuk ke dalam cakupan JKN. Jika langkah-langkah ini dilakukan secara konsisten, perawat akan memiliki peran strategis sebagai penghubung antara sains dan masyarakat, memastikan setiap pasien mendapat asuhan yang sesuai dengan kebutuhan uniknya. Pada akhirnya, keperawatan presisi di era genomik tidak lagi sekadar jargon, melainkan pondasi penting dalam membangun personalized healthcare yang lebih adil, efektif, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Peran Strategis Perawat

Perawat memiliki posisi sentral dalam memastikan implementasi keperawatan presisi di era genomik berjalan optimal. Ada beberapa aspek yang perlu diperkuat diantaranya yang pertama, pada aspek pendidikan, perawat harus dibekali dengan literasi genomik sejak jenjang dasar pendidikan tinggi keperawatan agar mereka memiliki pemahaman yang relevan dengan perkembangan terkini.

Kedua, pada aspek praktik klinis, perawat berperan sebagai pendamping utama pasien dan keluarga dalam memahami hasil tes genetik, memberikan edukasi yang sederhana, sekaligus mengintegrasikan informasi genomik ke dalam rencana asuhan keperawatan yang lebih personal. Ketiga, pada aspek riset, perawat didorong untuk terlibat aktif dalam penelitian terkait genomik, baik dalam konteks pelayanan klinis maupun kesehatan masyarakat, sehingga data dan temuan dapat memberikan kontribusi nyata pada pengembangan personalized healthcare di Indonesia. 

Keempat, pada aspek advokasi kebijakan, perawat perlu berperan sebagai suara masyarakat dalam mendorong kebijakan yang mendukung layanan genetik masuk dalam cakupan JKN serta memperluas akses layanan genetik terpadu ke seluruh daerah. Dan yang terakhir, kelima, pada aspek literasi masyarakat, perawat dapat menjadi agen perubahan dengan memberikan edukasi kepada publik mengenai pentingnya deteksi dini, skrining genetik, serta implikasinya terhadap kesehatan generasi mendatang.

Dengan memperkuat peran perawat di seluruh aspek ini, didukung oleh institusi akademik seperti FK-KMK UGM melalui program pendidikan dan forum internasional seperti Summer Course on Genomics and Precision Medicine 2023 dan Summer Course 2025 on Integrative Cancer Management, Indonesia dapat memastikan bahwa kemajuan genomik benar-benar menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan. Hal ini sekaligus mempertegas kontribusi perawat sebagai garda terdepan dalam transformasi menuju era kesehatan presisi.

(Penulis: Moh. Hendra Setia Lesmana, S.Kep., Ns., M.Sc., Ph.D, Dosen dan peneliti FK-KMK terkait genetika, genomik, dan bioinformatika dalam Kesehatan)