FK-KMK UGM. Tim mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada menciptakan pengembangan inovasi Ekstrak Nilam Aceh (Pogostemon Cablin benth) sebagai Anti-Aterosklerosis. Gagasan itu tercipta merespon maraknya penyakit yang berhubungan dengan Cardiovaskular Disease di Indonesia.
PKM berjudul Studi In Silico dan In Vitro Ekstrak Nilam Aceh (Pogostemon Cablin benth) sebagai Anti-Aterosklerosis melalui inhibisi Jalur Inflamasi ini telah lolos pada tahap pendanaan dari Direktorat Jendral Perguruan Tinggi (Dikti).
“Awalnya kami itu concern terhadap banyaknya penyakit yang terkait dengan cardiovascular disease atau penyakit pada pembuluh darah. Salah satu penyebabnya adalah penumpukan plak pada pembuluh darah. Penumpukannya plak tersebut berasal dari lemak, akhirnya kita mencari tahu kira-kira senyawa apa yang bisa menekan penumpukan plak. Ternyata senyawa itu bernama Tilianin yang terdapat pada tanaman endemik di Asia Timur salah satunya Nilam Aceh”, jelas Dewangga, Minggu (10/10)
Mahasiswa UGM yang terlibat dalam tim ini empat diantaranya merupakan mahasiswa dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, yakni Rifkanisa Nur Faiza, Nuur Maryam Azzahra, Muhammad Dewangga dan Bagus Amartya Yudhananto. Selain itu ada satu anggota yang berasal dari Fakultas Farmasi UGM yaitu Sheria Itqan Biruni.
Ketua Tim, Rifkanisa menjelaskan bahwa salah satu alasan memilih Nilam Aceh selain karena kandungannya, adalah juga karena tanaman ini banyak dibudidayakan masal di Indonesia, baik di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan sehingga mudah ditemukan.
“Kita ingin melihat ke dampak inflamasi dari Tilianin. Jadi bagaimana senyawa ini bisa menghambat arterosklereosis lewat jalur inflamasi menjadi focus utamanya.”, tambah salah satu anggota timnya, Bagus Amartya.
Dewangga juga mengatakan bahwa banyak kendala dan tantangan yang dihadapi selama menjalani riset ini. Salah satunya penutupan penggunaan laboratorium karena pandemi. Selain itu juga jarak antara anggota tim PKM yang tidak semua berada di daerah yang sama juga menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, Dewangga dan kelompok tidak patah semangat untuk mencari alternatif agar dapat melaksanakan program kreativitas tersebut.
“Karena tidak semua tim ada di Jogja, jadi kami sering berganti-gantian. Jadi kalo semisal ada anggota yang pulang ke daerahnya, harus ada yang selalu standby di Jogja untuk memantau perkembangan jalannya penelitian. Kadang komunikasi juga susah karena kita melaksanakan semua secara online”, ungkapnya.
Setiap anggota tim PKM ini juga mengharapkan agar pengalaman yang sudah didapatkan ini dapat menjadi pembelajaran di masa depan dan juga agar bisa bermanfaat bagi masyarakat secara luas di Indonesia untuk menangani masalah cardiovascular disease.
“Kalau memang misalnya nanti penelitian ini belum berhasil, tapi kami berharap agar penelitian ini bisa menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya agar dapat dikembangkan di masa depan,” (Yuga/Reporter)