Keluarga dan Upaya Perlindungan Anak

FK-UGM. Akhir-akhir ini, kasus kekerasan anak semakin marak. Seperti halnya kekerasan fisik, psikis, seksual maupun pengabaian, berita bullying pada anak banyak beredar melalui media sosial. Pada akhirnya, anak yang mendapatkan kekerasan kerap menderita konsekusensi jangka panjang baik untuk kondisi fisik maupun psikologisnya.

Menanggapi hal ini, staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UGM, Dr. Indria Laksmi Gamayanti, MSi., Psi menyebutkan bahwa penyebab kekerasan multi faktoral. “Pertama, pola pengasuhan anak dalam keluarga. Kedua, sistem pendidikan di lingkungan sekolah. Ketiga, lingkungan sosial anak, dan terakhir banyaknya fasilitas dan mudahnya akses  audiovisual devices seperti TV, youtube, gadget bahkan game,” paparnya, Jumat (21/7) saat ditemui di klinik psikologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Melihat fenomena ini, pada akhirnya keluarga memang menjadi lingkungan terdekat anak semenjak ia lahir. Sudah saatnya keluarga memainkan peran penting bagi pola pertumbuhan dan perkembangan anak. Termasuk meminimalisir munculnya kekerasan pada anak.

 “Peran orang tua memang penting dalam pengasuhan. Biasanya orang tua yang memperlakukan anak dengan kasar karena punya pengalaman kurang baik tentang proses pengasuhan yang dialami dulu ataupun akibat berbagai macam situasi dalam kehidupannya. Tanpa disadari orang tua akan melakukan hal yang sama seperti saat kecil dirinya diperlakukan”, ungkapnya.

Pola pengasuhan orang tua tentu tidak berdiri tunggal sebagai penyebab terjadinya kekerasan pada anak. Sistem pendidikan juga memegang andil penting dalam pertumbuhan anak.

Secara tidak disadari, di balik sistem pendidikan di negeri ini terdapat kekerasan yang terjadi pada anak. “Sekarang masih ada sekolah yang memberlakukan sistem terlalu keras sehingga kesempatan bermain kurang sehingga anak merasa tertekan. Hati-hati, sistem ranking yang diterapkan dengan kurang bijaksana juga bisa menjadi kontraproduktif akibat persaingan tidak sehat,” terang ahli psikologis ini di sela-sela diskusi.

Apa yang seharusnya dilakukan orang tua?. Dalam hal ini Gamayanti menyebutkan beberapa poin kritis yang perlu diperhatikan untuk tumbuh kembang anak. Pertama, orang tua perlu mengajarkan empati dan mandiri sejak dini pada anak. Kedua, orang tua juga perlu untuk melatih anak menghadapi frustasi, sehingga toleransi terhadap frustasinya baik. Ketiga, orang tua perlu mewaspadai saat terjadi kekerasan pada anak dari luar. Hal ini bisa dilihat dari perubahan perilaku anak, misalnya ada regresi (semula berani menjadi tidak berani), pendiam, pemurung, pemarah, mudah tersinggung (emosi labil) ataupun ada mimpi buruk sampai mengigau, prestasi belajar menurun, dan menghindar dari lingkungan sosial.

 “Kuncinya, orang tua perlu menjalin kehangatan hubungan komunikasi dengan anak, sehingga anak merasa nyaman serta aman dan mampu menanamkan pemahaman bahwa apapun yang dialami bisa diceritakan pada orang tua. Mengapa ini penting?. Karena mungkin orang tua seringkali mudah menyalahkan bahkan mengabaikan ataupun menghukum tanpa alasan. Selain itu, sudah saatnya anak mendapatkan pengetahuan seksual sejak dini dari keluarga”, tegas Gamayanti.

Perlindungan terhadap anak itu menyeluruh. Prinsipnya, orang tua tidak hanya melindungi anak dari kekerasan semata, akan tetapi melindungi anak untuk tumbuh kembang secara keseluruhan. “Oleh karenanya, melindungi anak dari tekanan fisik, psikis maupun seksual memerlukan sinergitas tindakan perlindungan secara menyeluruh dari keluarga, sekolah, lingkungan sosial maupun pengawasan audiovisual devices. Kita harus memutus mata rantai kekerasan”, pesannya saat mengakhiri diskusi. (Wiwin/IRO)

Berita Terbaru