Keistimewaan Profesi Promkes Menuju Indonesia yang Lebih Sehat

Bertempat di Gedung Diklat Lantai IV RSUP Dr. Sardjito, telah dilakukan pelantikan dan pengukuhan Perkumpulan PPKMI (Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia) Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa bakti 2015–2019 oleh Ketua Umum Perkumpulan PPKMI, Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH dan yang menjadi saksinya adalah Kepala Dinas Kesehatan DIY, dr. Arida Oetami, M.Kes (3/3). Pada kesempatan ini, Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D dari Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM dilantik sebagai Ketua Umum Perkumpulan PPKMI Cabang DIY. Para tamu undangan yang juga turut serta menyaksikan peristiwa penting ini adalah Dekan Fakultas Kedokteran UGM, Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B(K)Onk, Direktur RSUP Dr. Sardjito, dr. M. Syafak Hanung, Sp.A, serta jajaran direksi dan wakil direksi RSUP Dr. Sardjito.

Prosesi pelantikan dan pengukuhan ini dilanjutkan dengan seminar yang mengangkat tema “Keistimewaan Profesi Promotor Kesehatan Menuju Indonesia yang Lebih Sehat.” Rangkaian kegiatan ini merupakan rangkaian peringatan Dies Natalis Fakultas Kedokteran UGM ke-69 dan HUT RSUP Dr. Sardjito ke-33 yang dikemas dalam acara Annual Scientific Meeting (ASM). Sebagai keynote speaker pada seminar ini adalah Dr. drs. Nana Mulyana, SKM, M.Kes dari Pusat Promosi Kesehatan, Kemenkes RI. Sesi ini membahas tentang peran promotor kesehatan salah satunya untuk mendorong adanya kebijakan publik yang berwawasan kesehatan, melakukan edukasi kepada masyarakat agar sadar, mau dan mampu berperilaku sehat, menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya kesehatan dan promotor kesehatan diharapkan dapat sebagai agent of change dalam pembangunan kesehatan.

Sesi selanjutnya, Ketua Umum Perkumpulan PPKMI Pusat yang bertindak sebagai narasumber menyampaikan materi tentang eksistensi dan keistimewaan profesi promotor kesehatan di Indonesia. Perkumpulan PPKMI, selain diharapkan menjadi wadah bagi para pelaku promkes, juga menjadi organisasi profesi yang memberikan dukungan bagi anggotanya. Optimalisasi peran dan tanggung jawab promotor kesehatan, jargon “mencegah lebih baik dari pada mengobati” diharapkan tidak hanya menjadi jargon belaka.

Kepala Divisi Regional Jateng dan DIY, Andayani Budi Lestari, SE, MM, AAK sebagai narasumber selanjutnya menyampaikan pemaparan mengenai pengelolaan penyakit tidak menular (PTM) dan program promotif dan preventif di era JKN. Ternyata biaya yang harus ditanggung untuk penanganan penyakit tidak menular sangat besar. Data pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa enam penyakit tidak menular di divisi regional Jawa Tengah 2014 (kanker, gagal ginjal kronik, hipertensi, DM tipe 2,stroke, jantung) dengan jumlah kasus sebanyak 671.378 menghabiskan total biaya yang mencapai hingga lebih dari 800 miliar rupiah yang mana nilai ini mencapai lebih dari 80% total pengeluaran untuk kasus PTM di tahun 2014.

Pada tahun 2015, BPJS kembali mengalokasikan anggaran untuk program promotif dan program preventif. Kegiatan promotif yang dialokasikan meliputi KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi), olahraga sehat, penyediaan sarana promosi kesehatan dan peningkatan implementasi promosi prevensi melalui duta promotif dan preventif. Sedangkan kegiatan preventif meliputi skrining, implementasi program pengelolaan penyakit kronis (prolanis) dan pemberian imunisasi.

Dilanjutkan oleh Kepala Dinas Kesehatan DIY, dr. Arida Oetami, M.Kes dengan tajuk peran promotor kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan menuju Jogja Istimewa. Bertepatan pada tanggal 7 Maret 2015, Pemerintah DI Yogyakarta meluncurkan logo Jogja Istimewa dengan huruf ‘g’ di tengah kata yang memiliki makna angka 9 dan ‘g’ sebagai inisial dari ‘gumregah’ (bangkit). Dalam logo tersebut terkandung makna 9 semangat kebangkitan (renaissance) bagi warga Jogja, yaitu (1) pendidikan, (2) pariwisata, (3) teknologi, (4) ekonomi, (5) energi, (6) pangan, (7) kesehatan, (8) keterlindungan warga dan (9) tata ruang dan lingkungan. Dalam bidang kesehatan, manifestasi semangat JOGJA GUMREGAH tersebut mulai dari perubahan paradigma, penguatan pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat. Hal-hal ini sangat erat nilainya dengan manifestasi tugas promotor kesehatan.

Poin-poin diskusi yang muncul dalam sesi diskusi, diantaranya adalah mekanisme pengajuan anggaran ke BPJS untuk program promosi kesehatan; alternatif solusi untuk mengatasi kekurangan tenaga promkes dengan melibatkan sekolah tinggi kesehatan dan perguruan tinggi; grand design program promkes agar ada kebijakan jangka panjang yang lebih mengikat. Selain itu, muncul pula pertanyaan terkait masih jarangnya program peningkatan kapasitas pada Jabatan Fungsional tenaga promosi kesehatan. Hal ini berarti pula bahwa tugas besar sudah menanti di depan mata bagi Perkumpulan PPKMI dan para pemerhati promosi kesehatan untuk memenuhi harapan dari semua pihak yang peduli akan status kesehatan yang lebih baik. (Sumber: Eviana – CHBP)