Kebutuhan Sub Spesialis Sudah Mendesak

FK-UGM. Kebutuhan dokter Sub Spesialis sudah mendesak untuk mengisi rumah sakit Rujukan nasional, menghadapi era masyarakat ekonomi ASEAN, maupun untuk meningkatkan kualitas pendidikan spesialistik di Indonesia. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, sebanyak 144 Rumah Sakit rujukan di Indonesia memerlukan dokter Sub Spesialis. Kualitas dan keamanan secara sistem maupun individual merupakan tujuan utama dibutuhkannya Sub Spesialis dalam pelayanan kesehatan ini.

Penyelenggaraan pendidikan Sub Spesialis tentu bukanlah sebuah hal yang mudah. Dekan Fakultas Kedokteran UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., SpOG(K), dalam kegiatan workshop pengembangan pendidikan Sub Spesialis, Rabu (21/6)  di ruang sidang utama gedung KPTU lantai 3 memaparkan bahwa kurangnya sumber daya manusia program studi maupun tahapan regulasi di tingkat Universitas tentu menjadi poin penting untuk bisa dipecahkan bersama.

“Terdapat dua konsep yang ditawarkan dalam pengembangan prodi ini. Pertama, pendidikan sub spesialis menyatu dengan prodi PPDS dan konsep kedua, pendidikan Sub Spesialis membuat prodi tersendiri”, terangnya.

Sudah banyak regulasi yang dikeluarkan terkait pendidikan Sub Spesialis. Undang-undang Dikdok, Perkonsil, standar nasional PT, Perpres KKNI, maupun draft standar nasional pendidikan kedokteran (dengan aturan masa studi minimal 2 semester dan maksimal 6 semester) sudah saatnya pendidikan Sub Spesialis bergeser ke University Based dan menjalin kerjasama dengan kolegium.

Saat ini Fakultas Kedokteran UGM memiliki 20 Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan 21 Program Pendidikan Sub Spesialis Konsultan. Pengembangan pendidikan Sub Spesialis di Fakultas Kedokteran UGM yang terintegrasi dengan sistem sentralisasi administrasi dan desentralisasi akademik di UGM sedang diupayakan untuk mengacu pada undang-undang dan peraturan pemerintah yang berlaku. “Akan tetapi, dengan jumlah SDM masing-masing departemen yang tidak sama, kita harus mencari jalan keluar selama dalam proses transisi ini,” imbuh Prof. Ova.

Workshop ini juga menghadirkan narasumber dari Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), Prof. Dr. dr. David S. Perdanakusuma, Sp.BP-RE (K)., Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UGM, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., PhD., maupun ketua TKP PPDS Fakultas Kedokteran UGM, Prof. dr. Budi Mulyono, Sp.PK(K).

Ketua MKKI, Prof. Dr. dr. David S. Perdanakusuma, Sp.BP-RE(K) dalam paparannya menambahkan bahwa Sub Spesialis merupakan masalah yang kompleks karena melibatkan teknologi dan keterampilan kedokteran yang tinggi serta lebih spesifik. “Sub spesialis memiliki body of knowledge, merupakan jenjang/pendalaman profesi kedokteran, memiliki peer group keseminatan sama dalam cabang ilmu kedokteran tertentu, adanya kebutuhan pelayanan masyarakat yang tinggi, serta memiliki ruang lingkup, kompetensi dan kewenangan jelas dalam setiap tindakan medik yang dilakukan,”terangnya. (Wiwin/IRO)

Berita Terbaru