Inovasi Kesehatan Lokal Untuk Masyarakat Sehat

FK-KMK UGM. “Persoalan sosial tidak tumbuh dari satu orang saja, melainkan lintas kepentingan dan kebijakan, maka sinergitas adalah jalan terbaik untuk mengelolanya”, ungkap aktifis sosial pendiri Lingkar Sosial, Ken Kerta,  Kamis (29/4) dalam forum Public Health Symposium (PHS) UGM ke-7. Selaras dengan Ken Kerta, Kepala Puskesmas Noemuti, TTU, NTT, Regelinda Vitoria Kuftalan juga mengungkapkan bahwa dalam pencegahan stunting di NTT, bidang kesehatan hanya berperan 30% saja, sisanya memerlukan kolaborasi lintas sektor.

PHS UGM Ke-7 yang diselenggarkan pada 28-29 April 2021 ini merupakan simposium yang diselenggarakan secara rutin oleh Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM. Acara yang digelar secara daring ini menngangkat tema “Creative Local Solutions for Public Health Problems”, untuk mewadahi inovasi masyarakat lokal dalam mengatasi permasalahan kesehatan setempat, yang jarang terdiseminasikan dengan baik. Padahal, inovasi intervensi tersebut dinilai seringkali efektif untuk mengatasi permasalahan setempat karena sesuai dengan permasalahan, konteks dan karakteristik sasaran.

Secara khusus, acara ini bertujuan untuk memberikan ide dan inspirasi bagi praktisi kesehatan lain untuk dapat mengadopsi atau mendorong inovasi yang serupa, sehingga dapat memperkuat inovasi kesehatan masyarakat yang berbasis masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan masyarakat setempat.

Ken Kerta dan Regelinda merupakan inisiator inovasi kesehatan untuk mengatasi permasalahan kesehatan di sekitar mereka. Ken Kerta merupakan inisiator Posyandu Disabilitas dan desa inklusi di Kabupaten Malang. Sedangkan Regelinda adalah inisiator pencegahan stunting berbasis masyarakat Kepitkapas (Ketuk Pintu, Kami Peduli Anda Sehat).

Posyandu disabilitas yang dinisiasi tahun 2019 merupakan pengembangan inovasi kesehatan untuk mengatasi permasalahan disabilitas dalam mengakses layanan kesehatan. Pengembangan posyandu ini berangkat dari kompleksitas permasalahan disabilitas seperti: ketiadaan akurasi data disabilitas, terdapat sejumlah penyandang disabilitas yang dicoret dari kartu keluarga serta tidak memiliki KTP, sulit dan mahalnya akses layanan kesehatan, tidak adanya dukungan layanan posyandu bagi anak dengan disabilitas, hingga stigma terhadap penyandang disabilitas. Beragam permasalahan tersebut tersebut menimbulkan diskriminasi hak dan berpotensi pelanggaran HAM.

Melalui identifikasi permasalahan kesehatan penyandang disbilitas di Kabupaten Malang, Ken Kerta menginisiasi kolaborasi lintas sektor antara pemerintah desa, LSM, bidan desa, PKK, Badan Zakat, PMI, Puskesmas, dan RSJ setempat untuk membentuk Posyandu Disabilitas. Posyandu ini memberikan beragam layanan gratis, di antaranya adalah: pemeriksaan kesehatan yang mengadopsi posyandu +, fisioterapi, konseling, terapi wicara, konsultasi parenting, serta ambulans antar jemput bagi yang membutuhkan. Selain layanan kesehatan, program ini juga menyediakan kegiatan pelatihan kerja, permodalan dan pendampingan wirausaha.

Kisah Regelinda yang mengembangkan program Kepitkapas di NTT juga tidak kalah menarik. Program yang dilatarbelakangi tingginya angka stunting di wilayah Puskesmas, Noemuti, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur inilah yang mendorong Regelinda untuk mengembangkan program Kepitkapas. Karena penyebab stunting banyak faktor, maka program Kepitkapas ini dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan potensi dari masing-masing rumah tangga. Bahkan, selain memberdayakan masyarakat untuk peduli pada sekeliling, program ini juga melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama. Program ini juga mengintegrasikan satu program dengan program lainnya. Saat ketuk pintu atau kunjungan rumah, tim melakukan wawancara dan konseling, pemantauan status dan indikator-indikator kesehatan, serta melakukan edukasi kesehatan. Dengan adanya program ini, angka stunting di wilayah Puskesmas Noemuti dapat ditekan.

Secara umum, kegiatan simposium ini berhasil menjaring 88 abstrak yang dipresetasikan pada hari pertama simposium. Simposium hari pertama (28/4) dan kedua dikuti oleh sekitar 250 peserta. Diskusi panel hari kedua (29/4) menghadirkan Ken Kerta, Regelinda Victoria Kuftalan sebagai pembicara serta dr. Veronik Evita, MPH, kepala Puskesmas Mlati 2 Sleman dan Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA sebagai pembahas. Diskusi panel dibuka oleh dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D, Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM. Diskusi panel dimoderatori oleh Luthfi Azizatunnisa’, S.Ked., MPH, dosen Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial.

(Kontributor: Luthfi Azizatunnisa’/Wiwin-IRO; Foto: dok. panitia)