Inisiatif FK UGM dalam Mengembangkan Layanan Genetika Klinis di Indonesia

Yogyakarta – Workshop Clinical Genetics: Continuum Medical Education and Professional Training dilaksanakan selama 3 hari (21-23 Agustus) atas kerja sama antara Fakultas Kedokteran UGM dengan Academic Medical Center, University of Amsterdam dan VU University Medical Center untuk menjawab tantangan dalam penanganan penyakit yang berhubungan dengan predisposisi genetik. Faktor genetik merupakan komponen yang penting dalam penanganan penyakit terutama untuk pasien dengan predisposisi penyakit tertentu. Penyakit atau gangguan genetik adalah penyakit dan gangguan fungsi klinis yang disebabkan karena adanya abnormalitas pada genome/DNA yang dapat diwariskan kepada anak keturunannya. Dalam penanganan penyakit yang berhubungan dengan predisposisi genetik, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan sampai dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui kelainan genetik yang menyebabkan manifestasi penyakit berperan penting untuk merencanakan tindakan medis selanjutnya kepada pasien dan juga untuk mencegah timbulnya kelainan genetik pada saudara dan keturunannya. Sampai saat ini, penanganan penyakit yang berhubungan dengan genetik di Indoensia masih sangat terbatas. Dengan kemajuan teknologi dan penyebaran informasi yang luas, saat ini terjadi peningkatan perhatian dari pasien maupun keluarganya mengenai adakah kemungkinan faktor genetik yang diturunkan dan bagaimana cara untuk mencegah dan menanganinya.

FK UGM mendatangkan 2 mentor pakar genetik, Prof. Hanne Meijers-Heijboer yang merupakan Kepala Departemen Genetika Klinis di Academisch Medisch Centrum (AMC) – Universiteit van Amsterdam dan juga Prof. Gerard Pals, kepala Laboratorium untuk tes DNA dan Protein di VU University Medical Center Amsterdam. Dalam sesi pertama, workshop dibuka dengan perkenalan dari peserta serta harapan yang akan mereka peroleh dari workshop. Kemudian lanjut dengan pemaparan mengenai konseling genetik, bagaimana mengidentifikasi penyakit genetik melalui anamnesis yang mendetail, pemeriksaan fisik, dan dibuktikan dengan tes genetik. Dalam konseling genetik juga melibatkan identifikasi risiko penyakit genetik pada saudara dan juga anak keturunannya serta diskusi mengenai pilihan intervensi medis yang dapat diperoleh serta pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pada keturunannya. Masalah etika dan hukum mengenai penanganan penyakit genetik juga didiskusikan.

Diskusi dalam kelompok-kelompok kecil mengenai tantangan dan potensi yang dimiliki untuk mendirikan pelayanan genetika klinis di Indonesia termasuk tes genetik. Terdapat 4 kelompok dengan pemaparan yang berbeda-beda dan saling melengkapi. Terdapat usulan bahwa pelayanan genetika klinis untuk dilaksanakan oleh para spesialis tergantung dari bidang penyakit yang ditangani terutama dari ahli pediatri, neurologi, kardiologi, dan onkologi dengan pelatihan khusus. Selain itu untuk dapat melakukan tes genetika perlu pelatihan khusus juga sehingga dapat memberikan tes genetik yang akurat, tepat, dan dapat mengkomunikasikan hasil tes dengan dokter yang menangani pasien. Pelatihan sampai dengan sertifikasi untuk dokter maupun pelaksanan tes genetik sangat diperlukan. Tantangan yang dihadapi adalah masih terbatasnya sumber daya baik manusia maupun dana untuk mendukung pelayanan penyakit genetik di Indonesia. Dalam workshop ini juga didiskusikan bagaimana mengatasinya, termasuk perlunya audiensi kepada Departemen Kesehatan dan pihak asuransi dalam penanganan penyakit genetik di Indonesia. Dari para peserta workshop juga terdapat inisiasi untuk mempertemukan para stakeholder sehingga pelayanan genetika klinis ini dapat segera dirintis di Indonesia terutama di Yogyakarta.

Pada sesi selanjutnya adalah mengenai konseling genetik. Yang sangat menarik adalah adanya pasien dan keluarga dengan gangguan genetik yang bersedia untuk menjadi probandus dalam workshop sehingga dapat dilakukan sesi konseling genetik dengan melibatkan pasien secara langsung yang dibawakan oleh Prof. Hanne Meijers-Heijboer dengan bantuan penerjemah. Para peserta juga diberikan kesempatan untuk bertanya kepada pasien dan keluarga yang menjadi proband. Ini merupakan pengalaman yang sangat berarti bagi para peserta workshop dan juga makin meningkatkan kesadaran kita mengenai penatalaksanaan untuk penderita gangguan genetik sehingga pencegahan dan edukasi kepada keluarga dan sodara serta masyarakat secara luas dapat dilaksanakan. Pada diskusi kasus kedua mengenai penyakit genetik yang secara klinis mengarah Duchene Muscular Dystrophy, juga memacu diskusi yang aktif dari para peserta dan mentor. Dalam hal ini ditekankan pentingnya cara berfikir klinis dalam menghadapi penyakit genetik yaitu bagaimana pelayanan dan penanganan termasuk tes genetik akan bermanfaat untuk pasien, keluarga, dan masyarakat termasuk komponen pencegahan dan terapi selanjutnya misalnya apakah akan bermanfaat untuk mencegah penurunan penyakit pada anak, bagaimana risiko saudara yang masih hidup untuk menderita penyakit, dan bagaimana intervensi medis dan psikologis yang dapat dilakukan untuk pasien dan keluarganya.

Diskusi interaktif dilanjutkan dengan identifikasi penyakit genetik dengan menggunakan software dan juga interaktif menggunakan website face2gene. Terdapat berbagai sumber termasuk dari internet untuk meningkatkan pengetahuan dan juga keterampilan dalam memberikan konseling genetika.  [dr Sumadi Lukman Anwar, PhD / Dokumentasi Foto: Dept. Ilmu Bedah]

Berita Terbaru