Guru Besar Bidang Neurologi Sampaikan Terapi Terbaru untuk Stroke Iskemik Akut

FK-KMK UGM. Prof. Dr. dr. Ismail Setyopranoto, Sp.S(K) dari Departemen Neurologi FK-KMK UGM menjadi Guru Besar Bidang Neurologi setelah pengukuhan yang dilaksanakan pada Selasa (5/12) di Balai Senat Lantai 2 Gedung Pusat UGM.

Melalui penelitian yang berjudul “Penggunaan Neuroprotektor dalam Klinik: Tantangan dan Peluang Manajemen Stroke Iskemis Akut”, Prof. Ismail kini menjadi salah satu dari 68 Guru Besar aktif yang ada di FK-KMK UGM.

Neuroproteksi adalah setiap strategi atau kombinasi strategi yang berlawanan, mengganggu, atau memperlambat rangkaian peristiwa biokimia dan molekuler yang merugikan pada otak, yang jika dibiarkan akan mengakibatkan cedera iskemik yang tidak dapat diperbaiki lagi. Berdasarkan definisi tersebut, strategi neuroprotektif dimulai dari neuron, dan hal ini berbeda dengan trombolitik, antikoagulan, dan antiplatelet yang targetnya pembuluh darah, sehingga obat-obat ini tidak termasuk dalam strategi neuroprotektif.

Pengobatan secara dini sangat penting untuk memaksimalkan manfaat untuk semua intervensi pada stroke. National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) menetapkan trombolisis intervena dengan recombinant Tissur Plasminogen Activator (rTPA) sebagai terapi medis pertama yang efektif untuk stroke iskemik akut. Namun, terapi ini hanya direkomendasikan dalam waktu 3 jam setelah onset stroke. Hal ini sesuai dengan SDGs pilar ke 3 yaitu Kehidupan sehat dan sejahtera dan pilar ke 4 yaitu Pendidikan Berkualitas, dimana semua masyarakat Indonesia diharapkan memiliki kualitas pendidikan yang inklusi dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat.

Sampai saat ini, terapi yang efektif untuk meningkatkan luaran fungsional masih sulit dicapai meskipun hasil uji klinik pemberian rTPA cukup menjanjikan. Maka dari itu, sekarang banyak uji klinis yang dilakukan untuk mencari strategi terapi lain yang dapat mengurangi volume infark dan meningkatkan luaran klinis.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan uji klinis neuroprotektor, antara lain perbedaan dalam parameter yang diukur, perbedaan dalam penilaian luaran fungsional, perbedaan kondisi pra-morbid, perbedaan dalam jendela terapi, dan lain sebagainya. Ke depannya, terapi tromblis intervena dan terapi endovaskular dalam kombinasi dengan inhibitor stres oksidatif dan nitrosatif dapat menjadi strategi terapi yang menjanjikan dalam fase akut. Pada dua dekade terakhir, penelitian terapi neuroprotektif untuk stroke iskemik akut mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga peneliti harus bisa memanfaatkan peluang tersebut untuk masa depan baru dalam pengobatan stroke. (Nirwana/Reporter. Editor: Erti Nur Sagena)