FK Tingkatkan Pemahaman Pencegahan Infeksi Saat Bencana

FK-UGM.  Yogyakarta merupakan daerah rawan bencana gempa bumi. Tercatat banyak korban meninggal karena tetanus saat terjadi gempa tektonik Yogyakarta tahun 2006. Bahkan, data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul menunjukkan sekitar 75 persen dari 36 korban gempa meninggal dunia akibat tetanus.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr. Sutopo Purwo Nugroho menyatakan bahwa gempa Aceh memiliki kemiripan dengan gempa Yogyakarta tahun 2006. Dalam bencana tersebut, diperkirakan banyak korban tertimbun reruntuhan bangunan hingga mengakibatkan infeksi.

“Supaya kasus-kasus infeksi saat terjadi bencana bisa teratasi dengan baik, maka logistik medik terkait infeksi harus dikendalikan dengan baik,” tegas ketua Pokja Bencana Fakultas Kedokteran UGM, dr. Handoyo Pramusinto, SpBS., Kamis (9/3) saat membuka acara seminar “Penggunaan Logistik Medik pada Bencana” di gedung KPTU lantai 2 Fakultas Kedokteran UGM. Dokter ahli bedah saraf ini juga mengungkapkan bahwa kegiatan seminar tersebut merupakan salah satu rangkaian acara Annual Scientific Meeting (ASM) 2017  yang sedikit berbeda dengan seminar lain karena berfokus pada studi kasus tetanus belajar dari kejadian gempa Jogja 2006 dan Pidie 2016 lalu.

“Seminar ini sangat penting karena secara geografis wilayah kita ada dalam ring of fire, sehingga kita harus siap siaga setiap saat karena telah hidup di daerah rawan bencana terutama gempa bumi. Bencana mempunyai dampak yang luas terutama bagi masyarakat rentan yang terancam seperti ibu hamil, balita, lansia dan anak-anak. Oleh karenanya perlu diupayakan bagaimana pengadaan ataupun distribusi logistik terutama terkait pencegahan infeksi akibat trauma bencana tersebut,” papar Wakil Dekan Bidang Kerjasama, dr. Mei Neni Sitaresmi, SpA(K)., PhD dalam sambutannya.

ASM merupakan kegiatan rutin yang sudah dilakukan Fakultas Kedokteran UGM sejak 10 tahun lalu, yang diharapkan mampu memberikan manfaat sumber ilmu terkait bagi masyarakat.  Secara garis besar, seminar ini bertujuan untuk, pertama, mensosialisasikan lebih luas mengenai Guideline Logistik Medik dan Donasi yang telah disusun WHO. Kedua, terciptanya kesepahaman yang sama dalam konsep pengelolaan logistik medik saat bencana. Ketiga, terbentuknya pemahaman mengenai penanggulangan kasus infeksi pada saat bencana.

“Bahkan melalui forum ini, peserta juga bisa membahas mengenai penerapan guideline WHO selama ini, maupun membuat atau menyempurnakan rekomendasi dalam penanganan bencana itu sendiri,“ imbuh dr. Mei Neni di akhir sambutannya.

Seminar yang dihadiri oleh puluhan peserta dari Kementerian Kesehatan, Manajemen dan Tim Penanggulangan Bencana di rumah sakit se-Jawa dan Bali, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota di Indonesia, Fakultas Kedokteran, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Farmasi, Mahasiswa, LSM maupun pemerhati bencana ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mengenai penanganan kasus tetanus melalui koordinasi yang tinggi antara tim kesehatan dan logistik bencana di lapangan.  (Wiwin/IRO; Foto: Mega).