FK-KMK UGM Teliti Mekanisme Resistansi Nyamuk Aedes terhadap Insektisida dan Tantangan Pengendalian DBD di Indonesia

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada melalui tim penelitinya dari Departemen Parasitologi melakukan penelitian mengenai peningkatan resistansi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus terhadap insektisida. Hasil kajian tersebut dipublikasikan pada Januari 2025 dalam Indian Journal of Entomology dengan judul “Resistance Mechanisms in Aedes spp. and Dengue Vector Control in Indonesia – A Review” yang ditulis oleh dr. Alfin Harjuno Dwiputro, M.Sc., dr. Taufik Mulya Perdana, M.Sc., dr. Stefanie Kusuma, M.Sc., dan Prof. dr. Tri Baskoro Tunggul Satoto, M.Sc., Ph.D.

Penelitian ini mengulas berbagai mekanisme biologis yang menyebabkan nyamuk Aedes menjadi semakin tahan terhadap insektisida, padahal zat kimia tersebut selama ini menjadi tulang punggung upaya pengendalian demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Berdasarkan data nasional, angka kejadian DBD di Indonesia mencapai 77,96 per 100.000 penduduk, menunjukkan bahwa penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan.

Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa resistansi insektisida terjadi karena mutasi genetik pada saluran natrium tubuh nyamuk yang dikenal dengan mutasi knockdown resistance (kdr). Mutasi ini membuat nyamuk tidak lagi sensitif terhadap efek racun insektisida. Selain itu, nyamuk meningkatkan produksi enzim detoksifikasi seperti cytochrome P450 dan glutathione S-transferase (GST) untuk menetralisir bahan kimia berbahaya. Faktor lain seperti perubahan mikrobiota usus dan modifikasi epigenetik juga turut memperkuat daya tahan nyamuk terhadap lingkungan beracun, menjadikannya semakin sulit dikendalikan.

Tim peneliti FK-KMK UGM mengusulkan strategi pengendalian komprehensif agar efektivitas program pemberantasan DBD tetap terjaga. Pendekatan tersebut mencakup penggunaan sinergis dan rotasi insektisida secara berkala, intervensi genetik melalui pelepasan nyamuk jantan transgenik yang mandul, serta pengendalian biologis menggunakan bakteri Wolbachia yang terbukti menghambat penularan virus dengue. Di samping itu, langkah pengelolaan lingkungan melalui gerakan 3M Plus (menguras, menutup, dan mendaur ulang) tetap menjadi pilar utama dalam mencegah perkembangbiakan nyamuk.

Hasil kajian ini menegaskan bahwa resistansi nyamuk terhadap insektisida tidak hanya persoalan biologi semata, tetapi juga mencerminkan kebutuhan akan kebijakan kesehatan berbasis riset yang adaptif terhadap perubahan ekologi dan perilaku vektor di Indonesia.

Upaya pengendalian nyamuk resisten insektisida memiliki kontribusi langsung terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Peningkatan efektivitas pengendalian DBD mendukung SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera dengan menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tropis; Publikasi ilmiah sesuai dengan SDG 4: Pendidikan Berkualitas; Pengelolaan lingkungan yang bersih dan pengurangan tempat berkembang biak nyamuk sejalan dengan SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi Layak. Pendekatan ramah lingkungan dalam pengendalian vektor turut memperkuat SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan, sementara adaptasi terhadap perubahan iklim yang berdampak pada penyebaran nyamuk mendukung SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim.

Penelitian yang dilakukan oleh tim FK-KMK UGM memberikan kontribusi penting bagi pengembangan strategi pengendalian DBD yang lebih berkelanjutan. Melalui pendekatan integratif yang menggabungkan inovasi ilmiah, pengelolaan lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat, Indonesia diharapkan mampu menekan resistansi nyamuk Aedes sekaligus memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat di masa depan. (Kontributor: Alfin Harjuno Dwiputro).