FK-KMK UGM. Tim Kedokteran Forensik dan Medikolegal dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) berpartisipasi dalam sidang sebagai saksi ahli memberikan keterangan dalam perkara yang melibatkan korban manusia pada Senin (21/04) di Pengadilan Negeri Bantul. Tim FK-KMK UGM yang mengikuti sidang adalah dr. Idha Arfianti, MSc, Sp.F.M.(K), PhD didampingi tim Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK-KMK UGM.
Keterangan saksi ahli dalam bidang kedokteran forensik memiliki posisi penting sebagai alat bukti yang sah dalam sistem peradilan Indonesia. Dalam kasus-kasus tertentu, kehadiran langsung seorang ahli dibutuhkan untuk memberikan penjelasan mendalam berdasarkan hasil pemeriksaan medis yang telah dilakukan. Keterangan tersebut tidak hanya membantu mengungkap kebenaran dari aspek medis, tetapi juga menjadi rujukan bagi hakim dalam mempertimbangkan keputusan akhir secara objektif dan adil.
Ketika seorang dokter forensik dan medikolegal menangani langsung proses pemeriksaan korban, hakim dapat memerintahkan jaksa untuk menghadirkan ahli tersebut ke persidangan guna memberikan keterangan secara lisan. Hal ini dilakukan apabila hakim menilai bahwa penjelasan langsung dari ahli dapat memperjelas dan memperkuat konstruksi perkara. Keterangan yang diberikan oleh dokter forensik bersifat independen dan ilmiah, sesuai dengan kompetensi dan etika profesi, sehingga menjadi komponen vital dalam pembuktian di pengadilan.
Melalui partisipasi aktif dalam sidang peradilan, FK-KMK UGM tidak hanya menunjukkan peran tridharma dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat dan negara, tetapi juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 16: Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, melalui sinergi antara akademisi dan lembaga peradilan.
Keterlibatan tim PPDS dalam proses ini juga menjadi bagian dari proses pembelajaran berbasis kasus nyata (experiential learning), yang memperkuat kemampuan mereka tidak hanya dalam aspek medis, tetapi juga dalam komunikasi hukum dan etika profesional. Kolaborasi ini menjadi contoh konkret dari penerapan keilmuan kedokteran untuk mendukung sistem hukum yang berkeadilan dan berpihak pada korban. Sehingga sejalan dengan SDG 4: Pendidikan Berkualitas. (Kontributor: dr. Hendro Widagdo, Sp.F.M.(K)).