FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan workshop bertajuk Ethics in Decision Making for Healthcare Professionals sebagai bentuk penguatan kapasitas tenaga kesehatan dalam menghadapi tantangan etika di era kecerdasan buatan dan perkembangan teknologi medis yang semakin cepat. Kegiatan ini dilaksanakan pada 2–3 Oktober 2025 di Auditorium Lantai 8, Gedung Tahir FK-KMK UGM, dan diikuti oleh peserta dari berbagai profesi kesehatan, institusi akademik, serta mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia.
Workshop ini diselenggarakan oleh Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) UGM dan menghadirkan empat narasumber utama, yaitu Prof. D.L. (Dick) Willems, MD, PhD dari Amsterdam UMC; Prof. Syafaatun Almirzanah, Ph.D; Dr. CB Kusmaryanto, SCJ; dan drg. Agnes Bhakti Pratiwi, MPH, Ph.D. Keempat narasumber memberikan pandangan komprehensif mengenai urgensi penerapan etika dalam pengambilan keputusan klinis, terutama ketika tenaga kesehatan dihadapkan pada dilema antara pilihan yang benar secara moral dan yang efektif secara medis.
Dalam sesi Identifying Ethical Situations in Healthcare Services, Prof. Dick Willems membahas studi kasus “Kitty” untuk menggambarkan bagaimana konflik nilai dan situasi kompleks dapat menimbulkan dilema bagi tenaga kesehatan. Ia menekankan pentingnya memahami dua teori moral utama—Deontologi dan Konsekuensialisme—serta bagaimana teori tersebut relevan dalam konteks teknologi mutakhir seperti rekayasa genetika, penggunaan big data, dan kecerdasan buatan. Prof. Willems juga memperkenalkan Ethical Toolkit for Decision Making dari Dutch Medical Association sebagai panduan praktis yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan secara sistematis dan bertanggung jawab.
Sesi berikutnya yang dibawakan oleh drg. Agnes Bhakti Pratiwi, MPH, Ph.D menyoroti Etika Kebajikan (Virtue Ethics) sebagai landasan penting pembentukan karakter tenaga kesehatan. Menurutnya, profesionalisme medis tidak hanya bergantung pada kemampuan klinis, tetapi juga nilai moral seperti integritas, empati, keberanian moral, dan tanggung jawab. Sejalan dengan itu, Prof. Syafaatun Almirzanah menggarisbawahi pentingnya kompetensi budaya (cultural competence) dalam memperlakukan pasien sebagai manusia secara utuh, bukan sekadar objek medis. Ia menegaskan bahwa teknologi, termasuk AI, tidak dapat menggantikan empati.
Sementara itu, Dr. CB Kusmaryanto, SCJ memaparkan dilema etika yang sering muncul dalam layanan kesehatan, baik pada level individu maupun kebijakan, sehingga peserta dapat mengenali situasi risiko secara lebih reflektif. Pada sesi penutup, drg. Agnes kembali mengajak peserta untuk merancang langkah nyata penerapan prinsip bioetika dalam praktik profesional masing-masing.
Melalui penyelenggaraan workshop ini, CBMH UGM turut berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, serta SDG 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, dengan mendorong praktik kesehatan yang menjunjung prinsip keadilan, nilai moral, dan integritas profesi. (Kontributor: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom).




