FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) turut berpartisipasi dalam sesi bertajuk Economic Evaluations of Infectious Diseases yang menjadi bagian dari rangkaian konferensi International Health Economics Association (iHEA). Sesi ini dilaksanakan pada Selasa, 22 Juli 2025 pukul 10:30–12:00 WITA di ruang Jakarta B (2), Bali International Convention Centre, dengan menghadirkan sejumlah pakar kesehatan global dan dimoderatori oleh Darshini Govindasamy.
Dalam sesi tersebut, para peneliti dari berbagai negara mempresentasikan hasil studi terbaru terkait evaluasi ekonomi dari penyakit-penyakit infeksi utama seperti tifoid, HIV, dengue, influenza, malaria, tuberkulosis laten, anthrax, hingga resistensi antimikroba. Presentasi dimulai dengan paparan Haijun Zhang dari Peking University mengenai return on investment (ROI) vaksinasi tifoid di 26 negara berpendapatan rendah-menengah, yang menunjukkan efisiensi tinggi dari imunisasi baik secara rutin maupun melalui kampanye tambahan.
Selanjutnya, Bo Zhang dari Sun Yat-Sen University memaparkan hasil evaluasi cost-effectiveness dari cabotegravir injeksi jangka panjang (CAB-LA) untuk pencegahan HIV di Tiongkok. Walaupun menawarkan keunggulan dalam kepatuhan dibandingkan terapi oral, harga tinggi membuat strategi ini belum efisien secara biaya. Lain halnya dengan Sophy Ting-Fang Shih dari University of New South Wales yang menyimpulkan bahwa pengujian viral load HIV berbasis klinik di Papua Nugini terbukti cost-effective, terutama dalam mencegah transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Kontribusi Indonesia dalam sesi ini disampaikan oleh Dr. Jarir At Thobari dari FK-KMK UGM yang membahas dampak ekonomi vaksin dengue TAK-003. Berdasarkan studi selama 20 tahun, vaksinasi dengue diperkirakan mampu mencegah jutaan kasus serta menghemat biaya signifikan baik dari sisi pembayar maupun masyarakat. Namun demikian, isu terkait ambang batas biaya-efektivitas dan strategi implementasi masih menjadi bahan diskusi penting.
Sesi ini juga menampilkan studi-studi dari Malaysia dan Guinea, yang secara garis besar menekankan pentingnya pendekatan berbasis data dalam perencanaan program kesehatan. Diskusi panel menyoroti perlunya dukungan kebijakan kuat, cakupan imunisasi yang memadai, serta pendekatan berbasis komunitas dalam menanggulangi penyakit infeksi di berbagai wilayah dunia.
Melalui sesi ini, Indonesia mendapatkan sejumlah pelajaran berharga terkait pentingnya evaluasi ekonomi dalam penyusunan kebijakan kesehatan publik. Pendekatan berbasis bukti, sensitivitas terhadap harga obat dan vaksin, serta strategi pelayanan berbasis komunitas menjadi kunci untuk menciptakan sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan. Upaya ini sejalan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.(Kontributor: Hafidz Firdaus).