FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada melalui Divisi Manajemen Bencana Kesehatan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan Workshop Manajemen Penanggulangan Krisis Kesehatan pada Rabu, 15 Oktober 2025 bertempat di Balai Pelatihan Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta dari Dinas Kesehatan Provinsi serta seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-DIY, dengan metode pembelajaran berupa ceramah, diskusi, dan praktik teknis lapangan.
Indonesia sebagai negara yang berada di jalur “cincin api” memiliki intensitas bencana alam dan non-alam yang tinggi. Dalam dua dekade terakhir, frekuensi bencana meningkat signifikan dan seringkali berdampak langsung pada sistem kesehatan masyarakat. Gangguan pelayanan, keterlambatan logistik, hingga tekanan berat terhadap tenaga kesehatan menjadi tantangan yang harus dihadapi di lapangan. Melalui workshop ini, FK-KMK UGM berupaya memperkuat kapasitas daerah agar mampu merespons krisis kesehatan secara cepat, terencana, dan terukur, bukan sekadar reaktif terhadap situasi darurat.
Paparan pembuka disampaikan oleh dr. Gregorius Anung Trihadi, MPH, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY, yang menegaskan pentingnya koordinasi cepat dan kejelasan struktur komando dalam penanganan krisis. Ia menyoroti peran Health Emergency Operation Center (HEOC) sebagai pusat komando berbasis data yang memungkinkan pengambilan keputusan cepat dan terarah. Dalam konteks DIY yang rawan bencana seperti erupsi gunung berapi, keberadaan HEOC yang kuat serta kepemimpinan aktif kepala dinas kesehatan di tingkat kabupaten/kota menjadi kunci kesiapsiagaan daerah.
Sesi berikutnya disampaikan oleh Happy R. Pangaribuan, SKM, MPH dari PKMK FK-KMK UGM, yang menekankan pentingnya sistem informasi dan prinsip early warning–early action dalam krisis kesehatan. Ia menjelaskan bahwa banyak kegagalan respons di lapangan bukan karena kurangnya sumber daya, melainkan keterlambatan arus informasi. Oleh karena itu, peta risiko dan peta respon perlu dijadikan instrumen operasional yang mendukung pengambilan keputusan cepat di lapangan.
Pembahasan kemudian dilanjutkan dengan dr. Bella Donna, M.Kes, yang mengupas manajemen tanggap darurat dan perlindungan tenaga kesehatan. Menurutnya, fase tanggap darurat merupakan titik paling kritis dalam manajemen krisis karena mobilisasi SDM dan logistik sering terkendala oleh lemahnya struktur komando. Melalui simulasi Incident Command System (ICS) dan aktivasi HEOC, peserta dilatih untuk melakukan koordinasi lintas bidang secara cepat dan seragam. Ia juga menyoroti pentingnya perlindungan tenaga kesehatan yang kerap terabaikan, termasuk penyediaan APD, rotasi petugas, serta dukungan psikososial sebagai bagian dari rencana kontinjensi daerah.
Aspek logistik turut menjadi pembahasan utama melalui pemaparan apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid, yang menjelaskan pentingnya perencanaan logistik berbasis kebutuhan lapangan. Ia menekankan bahwa logistik merupakan urat nadi setiap operasi tanggap darurat, dan kesalahan dalam distribusi dapat berdampak besar terhadap efektivitas respons. Peserta kemudian dilatih menghitung kebutuhan logistik berdasarkan populasi terdampak, jenis bencana, serta durasi tanggap darurat untuk memastikan bantuan tersalurkan tepat sasaran.
Di akhir kegiatan, para peserta diajak memahami konsep Post-Disaster Needs Assessment (PDNA) sebagai pendekatan dalam fase pemulihan pasca krisis. PDNA menilai kerusakan dan kebutuhan jangka panjang secara menyeluruh agar hasil pemulihan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan kesehatan daerah. Melalui pendekatan ini, krisis kesehatan tidak hanya dipandang sebagai peristiwa darurat, tetapi juga kesempatan untuk memperkuat sistem kesehatan yang lebih tangguh.
Kegiatan workshop ini selaras dengan komitmen FK-KMK UGM dalam mendukung SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera melalui peningkatan kapasitas sistem kesehatan daerah dalam merespons bencana, SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim melalui kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana alam, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun ketahanan kesehatan yang berkelanjutan. (Kontributor: Vina Yulia Anhar, SKM, MPH ).




