FK-KMK UGM Dorong Implementasi KTR: Lindungi Kesehatan Keluarga dari Paparan Asap Rokok

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada melalui Center for Health Behavior and Promotion (CHBP) berpartisipasi aktif dalam diskusi publik bertajuk “Kawasan Tanpa Rokok (KTR): Strategi Perlindungan dari Ancaman Rokok Orang Lain (AROL)” yang diselenggarakan oleh Youth Forum Tobacco Control pada Rabu, 21 Mei 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian 10th Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) 2025 dan digelar secara daring melalui sesi live Instagram yang dipandu oleh moderator Siti Widiastuti dari SemarKu (Sinergi Bersama Mengurangi Asap Rokok di Kulonprogo).

Dalam forum tersebut, Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D., Guru Besar FK-KMK UGM sekaligus peneliti senior CHBP, memaparkan hasil riset “COmmunities Facilitating IncREasing Smoke-free Homes (CO-FRESH)” yang dilakukan di Kabupaten Kulonprogo selama 2022–2024. Penelitian ini menggunakan alat pemantau kualitas udara dalam rumah tangga dengan perokok aktif, dan menunjukkan adanya peningkatan signifikan paparan asap rokok di lingkungan domestik, termasuk ancaman third-hand smoke, residu asap rokok yang menempel pada perabotan rumah dan bertahan hingga tiga minggu.

Prof. Yayi menyoroti perlunya pemahaman yang tepat tentang makna Kawasan Tanpa Rokok. “KTR bukan berarti melarang merokok sepenuhnya, melainkan bertujuan melindungi non-perokok dari paparan langsung maupun tidak langsung,” ujarnya. Oleh karena itu, ia mendorong penyediaan ruang merokok terbuka dengan jarak ideal 5–7 meter dari ruang publik agar tetap ada keseimbangan antara hak perokok dan perlindungan kesehatan masyarakat.

Lebih lanjut, Prof. Yayi menekankan pentingnya penyesuaian regulasi nasional menjadi kebijakan daerah agar implementasi KTR menjadi lebih efektif dan menyeluruh. “Kita sudah punya peraturan nasional. Sudah saatnya diturunkan ke level daerah agar kawasan tanpa rokok ini tidak hanya jadi jargon,” tegasnya.

Diskusi ini menggarisbawahi peran penting pemerintah daerah, institusi layanan publik, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang sehat melalui pengaturan konsumsi rokok yang lebih bijak. Upaya ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 5: Kesetaraan Gender, SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Penyediaan ruang merokok yang tersegregasi secara tepat tidak hanya melindungi kesehatan jangka pendek dan panjang masyarakat, tetapi juga menjadi strategi kolektif untuk mendorong perubahan perilaku menuju masyarakat yang lebih sehat dan bertanggung jawab.(Kontributor: Fadel Ikram)