FK-KMK UGM Berkomitmen pada Pengembangan Kompetensi Kesehatan

FK-KMK UGM. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Menggelar Seminar Kebijakan Pengembangan Kompetensi Tenaga Kesehatan Pasca UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada Rabu, 3 April 2024.

Sebagai institusi pendidikan penyelenggara pelatihan bidang kesehatan, FK-KMK mendapatkan apresiasi berupa akreditasi oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) atas dedikasinya dalam menyelenggarakan pengembangan kompetensi nakes. Dalam rangka menanggapi terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sekaligus serah terima akreditasi, seminar ini digelar sebagai wadah diskusi sehingga serangkaian program dan kebijakan terkait pengembangan kompetensi nakes dapat terakselerasi. Dengan adanya diskusi dan akreditasi, diharapkan pelatihan yang tersedia dapat diakses secara luas melalui platform pelataran sehat dan memiliki legalitas kewenangan untuk menerbitkan berbagai macam sertifikasi

Selanjutnya, tantangan berikutnya adalah bagaimana PKMK FK-KMK UGM dapat menyelenggarakan dan memberikan akses pendidikan yang berkualitas untuk memfasilitasi tenaga kesehatan selaku individu, organisasi profesi, atau institusi pendidikan kesehatan di indonesia dalam pengembangan dan penguatan sistem kesehatan melalui pengembangan kompetensi berupa kegiatan-kegiatan pelatihan.

Dalam sambutannya, Prof. dr. Yodi Mahendradhata,M.Sc, Ph.D, FRSPH., selaku Dekan FK-KMK UGM menyampaikan bahwa, sejak berdiri hingga sekarang, misi fakultas adalah mendidik SDM tenaga kesehatan yang profesional dan berkompeten. Komitmen ini menjadi bagian dari rekam jejak yang panjang FK-KMK UGM sebagai salah satu institusi pendidikan kedokteran tertua di Indonesia untuk menginisiasi berbagai inovasi pendidikan tenaga kesehatan dengan menyediakan akses yang sama untuk tenaga kesehatan dalam menjangkau pelatihan-pelatihan berkualitas untuk meningkatkan kompetensi.

Seminar kebijakan ini terdiri dari 3 sesi, yakni mengenai topik Kebijakan Peningkatan kompetensi Pasca UU No.17 tahun 2023 oleh dr. Yuli Farianti, M.Epid., Peran Universitas  dalam pengembangan kompetensi tenaga kesehatan oleh Prof. Dr. dr. Hera Nirwati, M.Kes, Sp.MK., dan Peran Pusat Penelitian dalam pengembangan kompetensi tenaga kesehatan oleh dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS.

Pada pemaparannya Kebijakan Peningkatan kompetensi Pasca UU No.17 tahun 2023, mengenai  Yuli Farianti, M.Epid., mengungkapkan bahwa saat ini peningkatan kompetensi  tenaga kesehatan masih terpusat. Akses pelatihan-pelatihan masih belum merata, sporadis, berulang-ulang, dan belum terstandar. Menurut data primer KEMENKES RI, SDM kesehatan kini mencapai 1,9 juta dan baru dua ratus ribu diantaranya yang sudah mendapatkan pelatihan / sertifikasi terstandar (10,8%).

“Untuk itu perlu dilakukan transformasi sistem pendidikan tenaga kesehatan dengan 3 fokus utama yakni peningkatan jumlah nakes, pemerataan alokasi nakes, dan peningkatan mutu/kapasitas nakes dimana diperlukan kesinambungan dalam pelaksanaan praktis yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan lembaga pelatihan yang terstandardisasi oleh pusat untuk jaminan mutu,” tambahnya.

Prof. Dr. dr. Hera Nirwati, M.Kes, Sp.MK. turut membagikan pendapatnya terkait Peran Universitas  dalam pengembangan kompetensi tenaga kesehatan. Menurutnya, terdapat banyak peran fakultas untuk mengakomodasi pendidikan dan pelatihan bagi SDM  tenaga kesehatan, baik berupa pembelajaran formal, kolaborasi institusi, peningkatan soft skill, maupun pengembangan kurikulum baru yang lebih terukur.

Lebih lanjut, pada sesi ke 3, dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS. menyampaikan bahwa new capabilities found through out studies and public policy. “Oleh karena itu, densitas berbanding lurus dengan kualitas, selama kualitas SDM nya bisa dipastikan selaras dengan kuantitasnya,” ucapnya menyimpulkan.

Ketiga sesi seminar kemudian ditutup dengan pembahasan dan diskusi oleh audiens serta tamu undangan. Prof. dr.  Ari Natalia Probandari, MPH, Ph.D selaku Guru Besar FK Universitas Sebelas Maret memberikan tanggapan bahwa policy adalah sesuatu yang akan diimplementasikan dimana implementasi tidak akan berjalan 100% sesuai konsep. Ada beberapa deviasi implementasi akibat faktor konteks, adopsi, dan lain-lain, misalnya konteks perbedaan daerah atau perbedaan institusi dalam penyelenggaraan pelatihan.

“Dalam hal ini, PKMK memiliki potensi untuk memadukan kebijakan dengan peningkatan kapasitas yang berbasis pada riset implementasi untuk proyeksi lapangan meliputi practice, challenge, hingga implementasi policy,” ungkap Prof. dr.  Ari Natalia Probandari, MPH, Ph.D.

Tanggapan juga diberikan oleh Prof. Dr. dr. M. Yani, M.Kes., PKK., Sp.KKLP selaku Guru Besar FK Universitas Syah Kuala Aceh. Baginya, bicara terkait kebijakan pelatihan tenaga kesehatan bukan hanya membahas bagaimana kesiapan lembaga lembaga, melainkan juga bagaimana input nakes. Menurutnya, core competency semestinya sudah dibangun sejak awal di setiap perguruan tinggi sehingga nakes memiliki kapabilitas spesifik yang tidak tergantikan oleh bidang keilmuan lainnya.

Kegiatan ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Keberlanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4 tentang pendidikan berkualitas serta poin 3 sebagai upaya untuk menjamin kehidupan sehat dan sejahtera. (Assyifa/Reporter)