FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) melalui Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) menyelenggarakan sesi ilmiah bertema “Advancing Economic Evaluation for Health Policy and Implementation” pada hari Minggu, 21 Juli 2025. Kegiatan ini berlangsung dalam rangkaian Forum Nasional dan Internasional PKMK di Nusa Dua, Bali, dan menghadirkan para ahli kebijakan kesehatan dari berbagai negara untuk memperkuat pendekatan evaluasi ekonomi dalam pembuatan kebijakan yang lebih efektif, kontekstual, dan berkeadilan.
Sesi ini dibuka dengan paparan dari Charlie Nederpelt (Radboud University, Belanda) yang menekankan pentingnya memasukkan dimensi planetary health dalam kajian Health Technology Assessment (HTA). Ia memperkenalkan pendekatan Lifecycle Impact Assessment (LCIA) yang menghitung jejak lingkungan dari seluruh siklus layanan kesehatan—mulai dari produksi, penggunaan, hingga pembuangan. Analisis ini mengukur dampak terhadap batas-batas planet seperti perubahan iklim, siklus nitrogen dan fosfor, serta penggunaan air tawar.
Selanjutnya, Peter Murphy dari University of York, Inggris, membahas kerangka evaluasi ekonomi dalam kebijakan task shifting, yakni alih tugas tenaga kesehatan. Ia menyoroti empat dimensi utama evaluasi: dampak terhadap kesetaraan dan kesehatan populasi, kapasitas sistem, beban kerja tenaga kesehatan, serta dampak terhadap pasien. Evaluasi dibagi berdasarkan jangka pendek (seperti kualitas layanan), menengah (seperti waktu tunggu dan kepuasan kerja), hingga jangka panjang (akses dan hasil kesehatan).
Marcia Weaver dari University of Washington turut menyoroti pentingnya penyusunan league table sebagai hasil akhir dari analisis cost-effectiveness. Ia menekankan bahwa meskipun league table bisa menjadi panduan pengambilan keputusan, penggunaannya masih terbatas karena keterbatasan komparabilitas antarstudi. Pendekatan meta-regression dan urutan berdasarkan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER) dinilai dapat membantu menentukan strategi intervensi yang paling efisien dan berdampak luas.
Dari Filipina, Lynn Daryl Feliciano Villamater (Department of Health) mengusulkan peninjauan kembali penggunaan cost-effectiveness threshold (CET) yang selama ini mengacu pada 1–3 kali GDP per kapita. Ia mengadvokasi pendekatan berbasis opportunity cost, terutama dalam program vaksinasi, agar kebijakan lebih kontekstual dan tidak menyederhanakan realitas tantangan kesehatan di lapangan.
Sebagai penutup, Aleksandra Torbica, Presiden European Health Economics Association, menggarisbawahi pentingnya menjembatani evaluasi ekonomi dengan riset implementasi (implementation research). Menurutnya, banyak studi IR belum secara memadai memasukkan dimensi ekonomi dan metodologi yang kuat. Evaluasi ekonomi perlu disesuaikan dengan kondisi nyata implementasi agar hasilnya dapat lebih aplikatif dan mendukung reformasi sistem kesehatan.
Diskusi dalam sesi ini menjadi wujud nyata kontribusi FK-KMK UGM dalam membangun ekosistem kebijakan kesehatan yang lebih adaptif, efisien, dan berorientasi pada keadilan sosial. Upaya ini turut mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 10: Mengurangi Kesenjangan, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. (Kontributor: Likke Prawidya, PhD).