FK-KMK UGM Angkat Pentingnya One Health dan Tata Kelola Kolaboratif untuk Respons Pandemi

FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyelenggarakan Special Event Symposium on Multilateral Financing: Pandemic Preparedness and Response di awal juli. Simposium ini menghadirkan sejumlah pembicara kunci dari berbagai lembaga internasional yang membahas pentingnya penguatan sistem kesehatan global melalui pembiayaan multilateral, tata kelola yang adaptif, serta kolaborasi lintas sektor untuk menghadapi ancaman pandemi di masa depan.

Simposium dibuka oleh Dr. Scott Morris, Wakil Presiden Asian Development Bank (ADB), yang menekankan bahwa sistem kesehatan perlu dikuatkan secara berkelanjutan, termasuk investasi pada logistik vaksin, sistem rantai dingin, serta digitalisasi layanan kesehatan. Menurutnya, kesiapsiagaan pandemi harus dilandasi pada inovasi yang berkelanjutan, kolaborasi antarnegara, dan mekanisme pembiayaan inklusif agar negara berpenghasilan rendah tidak tertinggal dalam menghadapi krisis kesehatan.

Keynote speech disampaikan oleh Dr. Soumya Swaminathan, mantan peneliti senior WHO, yang menyoroti ketimpangan akses vaksin global dan perlunya pendekatan lintas sektor berbasis One Health. Ia juga memaparkan pilar-pilar utama dari kerangka kerja Pandemic Preparedness and Emergency Response (PPER), termasuk tata kelola, sistem peringatan dini, kemitraan, dan komunikasi risiko yang efektif.

Rosanna Peeling dari London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM) menambahkan pentingnya infrastruktur kesehatan masyarakat yang kuat, keterlibatan komunitas, serta sistem data yang terintegrasi sebagai fondasi kesiapsiagaan. Ia juga menyoroti ketimpangan diagnosis dan penanganan medis antar wilayah yang menjadi tantangan nyata selama pandemi.

Ms. Amanda McClelland dari Resolve to Save Lives menekankan bahwa dalam masa krisis, tiga hal utama harus dijaga: kehidupan, ekonomi, dan kohesi sosial. Menurutnya, pemerintah perlu menanamkan “DNA ketangguhan” dalam sistem kerja sehari-hari, membangun komunikasi publik dua arah, serta memperkuat layanan kesehatan primer sebagai garda terdepan.

Dr. Hoon Sang Lee dari RIGHT Foundation, Korea Selatan, memaparkan pengalaman negaranya dalam merespons COVID-19. Dengan prinsip “trace, test, and treat,” Korea berhasil mengatasi keterbatasan awal dengan cepat melalui kolaborasi lintas lembaga, pemanfaatan teknologi informasi, serta pelibatan sektor industri untuk mempercepat pengembangan vaksin dan diagnostik.

Seluruh pembicara menegaskan bahwa kesiapsiagaan pandemi bukan sekadar reaksi terhadap krisis, tetapi investasi jangka panjang dalam sistem kesehatan, inovasi, dan kolaborasi. Untuk itu, diperlukan tata kelola lintas sektor, pendekatan berbasis ilmu pengetahuan, dan keterlibatan semua lapisan masyarakat.

Diskusi ini sangat sejalan dengan komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Simposium ini menjadi refleksi penting bahwa ketahanan kesehatan global hanya dapat terwujud melalui solidaritas, kolaborasi, dan inovasi lintas batas. (Kontributor: Lutfan Lazuardi).