FK-KMK UGM. Publikasi dengan judul “Comparison of the clinical manifestations and histopathological results in leprosy: A 5-year retrospective study in a tertiary hospital” menyoroti penanganan penyakit kusta dan relevansinya dengan beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada SDG 3 (Kesehatan dan Kesejahteraan) serta SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan). Penyakit kusta masih menjadi tantangan signifikan di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia dan India, dengan implikasi terhadap kesehatan masyarakat dan dampak sosial. Berikut ini ulasan mengenai kontribusi dan hambatan dalam pencapaian SDGs terkait dari perspektif artikel tersebut.
SDG 3 menargetkan penghapusan penyakit menular dan penyediaan akses layanan kesehatan yang universal. Artikel ini menunjukkan bahwa penyakit kusta memerlukan pendekatan multidimensi untuk memastikan pasien mendapatkan diagnosis dini dan perawatan yang tepat. Meski obat-obatan efektif tersedia untuk menyembuhkan kusta, tantangan seperti keterbatasan akses ke layanan kesehatan dan kurangnya kesadaran masyarakat masih menjadi kendala. Dalam banyak kasus, diagnosis terlambat menyebabkan komplikasi serius seperti disabilitas permanen, yang memperburuk kualitas hidup pasien. Selain aspek medis, artikel ini menggarisbawahi bahwa stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta menjadi masalah serius. Stigma sosial ini sering mengarah pada pengucilan dan ketidaksetaraan dalam akses layanan kesehatan, pekerjaan, dan pendidikan. Hal ini terkait erat dengan SDG 10, yang berfokus pada pengurangan ketimpangan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, perlu ada program edukasi publik dan kampanye antistigma agar penderita kusta tidak dikucilkan serta lebih mudah mengakses layanan kesehatan dan dukungan sosial.
Artikel ini menyoroti bahwa meskipun ada kemajuan dalam ketersediaan obat, keberlanjutan program eradikasi kusta bergantung pada keterlibatan pemerintah dan sektor masyarakat. Kerjasama antara sektor kesehatan dan komunitas penting untuk meningkatkan kesadaran, melakukan deteksi dini, serta memperluas akses ke pengobatan. Selain itu, mengintegrasikan penanganan kusta ke dalam sistem kesehatan primer dapat mempercepat pencapaian SDG 3.
Penanganan kusta dan dampaknya pada masyarakat memiliki relevansi besar terhadap beberapa tujuan SDGs, terutama terkait kesehatan dan kesetaraan. Upaya memberantas kusta bukan hanya tentang aspek medis, tetapi juga melibatkan aspek sosial dan ekonomi. Dengan mengurangi stigma dan memperluas akses terhadap layanan kesehatan, negara-negara dengan beban kusta tinggi dapat lebih cepat mencapai target SDGs pada tahun 2030. Artikel ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan komprehensif dan kolaboratif dalam penanganan kusta untuk memastikan tidak ada individu yang tertinggal dalam perjalanan menuju pembangunan berkelanjutan.
Artikel ini merupakan kerja sama antara Departemen Dermatologi dan Venereologi serta Departemen Patologi Anatomi, dengan penulis Agnes Rosarina Prita Sari, Agnes Sri Siswati, Paranita Ferronika, Hardyanto Soebono. (Penulis: Agnes Rosarina Prita Sari, Agnes Sri Siswati, Paranita Ferronika, Hardyanto Soebono. Editor: Dr. Nur Aziz)