FK-KMK UGM. Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis FK-KMK UGM menyelenggarakan Guest Lecture dengan tema “Mengenali Risiko Perjalanan Terkait Kejadian Keracunan, Gigitan Binatang Berbisa (Snake Bites)” pada Rabu (20/3) di Ruang Auditorium Lt. 5 Sekolah Pascasarjana UGM.
Dr. dr. Tri Maharani, M.Si. Sp.EM. sebagai narasumber mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mencegah gigitan ular adalah dengan menggunakan kelambu. Kelambu terbukti efektif untuk mencegah kehadiran ular yang berpotensi membahayakan manusia. Seseorang yang terkena gigitan ular akan mengalami pembengkakan pada area sekitar gigitan. Hal tersebut dikarenakan racun pada bisa ular menghambat peredaran darah sehingga menyebabkan penyumbatan aliran darah. Selain itu, apabila luka gigitan tidak segera ditangani dengan baik dapat berakibat fatal seperti infeksi bahkan berujung pada kematian.
Sebagai salah satu tim peneliti gigitan ular dari Kemenkes Republik Indonesia, Dr. Tri Maharani memaparkan data bahwa sepanjang tahun 2018 hingga 2022 kasus gigitan ular yang paling banyak ditemukan dari jenis ular kobra jawa (Naja sputatrix). Bekas gigitan ular ini sangat khas dengan menimbulkan nekrosis, pembengkakan, bersifat kardiotoksin, dan neurotoksin.
“Di Indonesia ada dua spesies kobra yakni kobra jawa dan kobra sumatra (Naja sumatrana). Namun belum ada antivenom dari pabrik Thailand dan Australia. Jadi kita harus bikin sendiri,” terang Dr. Tri Maharani (dikutip dari media Humas UGM).
Beliau juga memberikan edukasi kepada peserta mengenai cara mengidentifikasi dan membedakan gigitan ular berbisa dengan yang tidak berbisa. Umumnya, ular berbisa meninggalkan bekas gigitan yang lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak berbisa. Selain itu, secara fisik ular berbisa memiliki warna yang lebih mencolok sehingga sangat mudah dikenali. Moncong kepala ular berbisa juga terlihat memiliki benjolan di area belakang karena digunakan untuk menyimpan bisa ular. Apabila terkena gigitan ular dengan ciri-ciri seperti diatas, ada baiknya langsung dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Gejala yang ditimbulkan oleh gigitan ular sangat berbahaya bahkan tak jarang sampai merenggut nyama seseorang. Maka dari itu, Dr. Tri Maharani dan timnya berupaya untuk menyusun dan membuat vaksin untuk menekan dampak yang ditimbulkan dari gigitan ular. “Apabila kita berada di luar daerah yang jauh dari fasilitas kesehatan, kita bisa memberikan pertolongan utama. Ingat jangan menggunakan air panas pada luka bekas gigitan ular karena akan memperparah keadaan”. Ujar Dr. Tri Maharani.
Dr. Tri Maharani mengimbau apabila kita berada di hutan atau tempat yang rentan terjadi gigitan ular, maka dapat mempersiapkan APD (Alat Pelindung Diri) yang baik. Selain itu, kita juga bisa mempersiapkan alat-alat identifikasi ular seperti alat deteksi snake bite atau alat pendeteksi Ular Kobra (ICT-Cobra).
Magister Ilmu Kedokteran Tropis FK-KMK UGM secara berkala menyelenggarakan Guest Lecture yang terbuka untuk umum dengan narasumber dan topik yang beragam, serta menunjang matakuliah di prodi tersebut. Hal ini selaras dengan selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4 Pendidikan Berkualitas, karena mengedukasi mahasiswa pentingnya pengetahuan khususnya terkait kesehatan dalam perjalanan, khususnya bahaya akibiat gigitan ular berbisa. (Kontributor:Fikri/ Editor:Sitam).