Dosen FK-KMK UGM Teliti Peran Gen DARC dalam Risiko Malaria Zoonotik Plasmodium knowlesi

FK-KMK UGM. Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) berkontribusi dalam penelitian yang mengkaji peran variasi genetik manusia dan primata dalam kerentanan terhadap malaria zoonotik yang ditularkan dari hewan ke manusia. Penelitian kolaboratif yang melibatkan Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, BRIN–Eijkman, Universitas Syiah Kuala, dan Universitas Hasanuddin ini dipublikasikan secara online pada 29 Mei 2025 dalam International Journal of One Health, Volume 11, Nomor 1, dengan judul artikel “Genetic diversity of the Duffy antigen/receptor for chemokines gene and its susceptibility to zoonotic malaria in non-human primates and Indonesian populations”.

Malaria zoonotik Plasmodium knowlesi menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang meningkat di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, karena dapat menular dari primata non-manusia ke manusia. Fenomena ini muncul bahkan di wilayah yang sebelumnya dianggap telah mencapai eliminasi malaria konvensional, seperti Aceh dan Kalimantan. Pertanyaan utama yang diangkat penelitian ini adalah mengapa tingkat paparan yang mirip terhadap parasit tidak selalu berujung pada infeksi di semua individu.

Penelitian ini berfokus pada gen Duffy Antigen/Receptor for Chemokines (DARC), yang selama ini dikenal memiliki peran penting dalam kerentanan terhadap malaria Plasmodium vivax. Namun, peran gen ini dalam konteks P. knowlesi masih jarang diteliti, khususnya di Indonesia yang memiliki keragaman genetik manusia dan primata non-manusia yang tinggi. Studi ini mengisi celah pengetahuan tersebut dengan membandingkan variasi gen DARC pada populasi manusia dan primata yang hidup berdampingan di tiga wilayah berbeda: Sabang (Aceh), Palangkaraya (Kalimantan Tengah), dan Buton Utara (Sulawesi Tenggara).

Secara metodologis, tim peneliti mengambil sampel darah kering dari 363 manusia dan 68 primata non-manusia untuk dianalisis menggunakan teknik molekuler dan bioinformatika. Hasilnya tidak menemukan varian Duffy-negatif yang selama ini dikenal melindungi terhadap malaria P. vivax, baik pada manusia maupun primata. Tiga bentuk genotip—FYA, FYB, dan FYA/FYB—terdeteksi di populasi manusia, dengan alel FYA lebih dominan di Kalimantan dan Sulawesi.

Menariknya, individu dengan alel FYA di Aceh, wilayah dengan insiden P. knowlesi yang tinggi, cenderung tidak terinfeksi, menunjukkan bahwa alel ini berpotensi memberikan perlindungan genetik terhadap malaria zoonotik. Sementara itu, semua primata yang diuji membawa alel FY*B. Analisis selanjutnya juga menunjukkan homologi sekuens DARC yang tinggi antara manusia dan primata, khususnya Macaca fascicularis dan Macaca brunnescens, yang dapat menjelaskan kemudahan P. knowlesi menyeberang antar-spesies.

Temuan ini penting karena memberikan bukti bahwa variasi genetik di gen DARC memengaruhi kerentanan terhadap malaria zoonotik di Indonesia. Data tersebut dapat menjadi landasan bagi strategi penguatan surveilans dan pengendalian penyakit, terutama di kawasan endemik zoonosis yang rentan. Riset ini juga menunjukkan bagaimana pendekatan genetika populasi dapat memperkaya pemahaman kita tentang dinamika penularan penyakit menular yang kompleks.

Penelitian kolaboratif ini menyimpulkan bahwa kerentanan terhadap malaria zoonotik P. knowlesi dipengaruhi oleh variasi genetik DARC pada populasi manusia yang hidup berdekatan dengan primata non-manusia. Temuan ini menyediakan kerangka genomik untuk memperbaiki strategi surveilans dan kontrol malaria zoonotik di Indonesia.

Penelitian ini selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera dengan meningkatkan pemahaman tentang faktor risiko penyakit menular, SDG 4: Pendidikan Berkualitas dengan adanya riset ilmiah, SDG 15: Ekosistem Daratan melalui penelitian yang mempertimbangkan interaksi kesehatan manusia dan satwa liar, SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim karena perubahan lingkungan yang memengaruhi pola penularan zoonosis, serta SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan dengan adanya kolaborasi antar peneliti. (Kontributor: Kharisma Dewi).