Dosen FK-KMK Raih Penghargaan Internasional “GHAGA”

FK-KMK UGM. Dosen FK-KMK UGM , dr. Pudjo Hagung Widjajanto, Ph.D, Sp.A(K)., berhasil meraih penghargaan internasional “Grifols Hemophilia Awareness Global Awards (GHAGA) periode 2019 – 2020”, yang diselenggarakan oleh Grifols, salah satu mitra World Federation of Hemophilia (WFH), atau Federasi Hemofilia Dunia.

Grifols merupakan perusahaan global yang sejak 1909 telah meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan orang di seluruh dunia, melalui empat divisi yaitu Bioscience, Diagnostic, Hospital, dan Bio Supplies. Grifols juga mengembangkan, memproduksi, dan memasarkan produk turunan atau derivat dari plasma darah, seperti protein dan juga produk faktor pembekuan darah VIII (untuk Hemofilia A) dan faktor pembekuan darah IX (untuk Hemofilia B).

GHAGA merupakan sebuah penghargaan berkala yang diberikan untuk mendorong penyedia layanan kesehatan, pusat perawatan hemofilia serta masyarakat hemofilia untuk mengajukan proposal yang berkontribusi dalam meningkatkan pendidikan, penjangkauan pendukung, memperkuat diagnosis dan memfasilitasi akses ke perawatan pasien hemofilia. Program ini juga merupakan suatu bentuk kontribusi nyata untuk peningkatan standar dan manfaat perawatan pasien hemofilia dimana belum tersedia fasilitas memadai, seperti di negara-negara dengan sumber daya ekonomi yang terbatas.

Penghargaan ini diberikan kepada dr. Pudjo Hagung Widjajanto setelah melalui proses seleksi di mana proposal dari seluruh dunia yang paling sesuai dengan tujuan program dan memenuhi semua kriteria seleksi dinilai oleh Komite Peninjau.

Sosok dokter yang humoris, sederhana dan ramah, yang juga aktif dalam Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) ini mengisahkan pengalamannya mendapatkan penghargaan Grifols,  dikarenakan sebuah takdir. Awalnya beliau tidak ingin mengajukan proposal, kemudian karena ada kesempatan lagi, akhirnya beliau mengirimkan proposal pada menit-menit akhir dan berhasil. Dalam proposalnya, dr. Pudjo menginisiasi penggunaan mobile application untuk meningkatkan pelayanan hemofilia di Yogyakarta.

Hal yang menjadi dasar dr. Pudjo menginisiasi program ini karena pasien hemofilia seringkali mengalami perdarahan berkepanjangan akibat kurangnya perawatan dan pengetahuan. “Gagasan saya itu sebenarnya sederhana. Penyakit hemofilia merupakan penyakit yang jarang dikenal dan tidak familiar bahkan di sebagian dokter juga. Konotasi ketika mendengar hemofilia, yaitu selalu berujung pada kematian akibat perdarahan yang tidak terhentikan. Maka orang atau dokter cenderung menjauhinya dan takut menangani”, jelas dr. Pudjo saat ditanya mengenai proposal yang diajukan.

“Kunci perawatan pasien hemofilia konsepnya sederhana, yang sulit adalah mengakses faktor pembekuan darah tersebut. Paling tidak ada dua kompleksitas yang ada, pertama, penyedia layanan kesehatan atau para dokter. Seringkali mereka sudah ketakutan untuk memberikan perawatan atau pembedahan apabila diperlukan tindakan pembedahan. Kedua, untuk mendapatkan Antihemophilic Factor (AHF) yang relatif mahal dan tidak semua rumah sakit menyediakannya”, jelas dr. Pudjo.

“Oleh karena itu saya membuat semacam jembatan, melalui sebuah mobile application berbasis android untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai seluk-beluk hemofilia, cara penanganan, cara perawatan ihwal, perkumpulan HMHI atau kegiatan HMHI, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran seseorang terhadap penyakit hemofilia”, paparnya. dr. Pudjo juga menambahkan bahwa dalam mobile application tersebut juga tercantum daftar rumah sakit dan dokter yang familiar menangani pasien hemofilia sehingga dapat memudahkan dan menghubungkan pasien dengan dokter. Selain itu dokter yang menangani pasien hemofilia juga dapat terhubung dengan Hemophilia Treatment Center di Yogyakarta RSUP Dr. Sardjito melalui aplikasi tersebut.

“Dalam perkembangannya selama satu setengah tahun ke depan nanti, juga ada rencana untuk melakukan penelitian sederhana tentang penggunaan mobile application ini, sehingga akan tersedia data untuk penelitian, penyusunan kebijakan pelayanan hemofilia, dan sebagainya”, jelasnya. Beliau juga mengungkapkan bahwa proyeksi tantangan yang akan dihadapi kedepannya, salah satunya adalah pengelolaan di tingkat masyarakat yang tidak mudah, berbeda dengan mengelola mahasiswa yang populasinya homogen.

“Saya yang lebih sederhana dan sudah tua ini pun masih mencoba mengajukan proposal dan tidak menyangka bisa berhasil. Mudah-mudahan menjadi inspirasi dan motivasi untuk banyak orang”, ungkap dr. Pudjo saat dihubungi pada Senin (04/04) melalui sambungan telepon.

Beliau juga memberikan pesan bagi sejawat untuk selalu membagikan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain. Mudah-mudahan berbuah kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain di kemudian hari. “Jadilah orang yang berusaha berpikir sederhana dan pragmatis, tetapi bisa dipertanggungjawabkan dari sisi pengetahuan, sehingga harus mencari bentuk sederhananya, jangan mendahulukan ketakutan dan kecemasannya”, pesan dr. Pudjo pada akhir sesi wawancara.

Bukan lagi tentang apa pengetahuannya tetapi bagaimana situasi terbaik sehingga ilmu yang ada itu bermanfaat. Kalau yang terbaik belum didapat, bagaimana menciptakan agar menjadi yang terbaik. – dr. Pudjo Hagung Widjajanto, Ph.D, Sp.A(K)

Berita Terbaru