FK-KMK UGM. Gaya hidup tidak aktif adalah salah satu faktor utama yang terkait dengan obesitas. Banyaknya faktor penghambat aktivitas fisik bagi penderita obesitas menyebabkan munculnya beragam model latihan seperti High Intensity Interval Training (HIIT) sebagai alternatif Continuous Training (CT). Paparan tersebut disajikan dr. Susiana Candrawati, Sp.KO., saat menjalani sidang terbuka promosi Doktor Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, yang digelar secara daring, Jumat (18/3).
“Selain faktor lingkungan seperti latihan fisik, kita tidak dapat mengabaikan faktor genetik dalam obesitas. Salah satunya adalah gen uncoupling protein 2 (UCP2) -866G/A. Parameter obesitas dapat dilihat dari komposisi tubuh, mediator inflamasi dan stres oksidatif. Peneliti tertarik untuk melihat pengaruh latihan fisik yang berupa CT dan HIIT terhadap parameter obesitas,” ungkapnya.
Susiana juga menambahkan bahwa dari kajian data WHO tahun 2018, obesitas telah mewabah ke seluruh dunia dan prevalensinya bervariasi antar negara. Jumlah penderita obesitas meningkat hampir tiga kali lipat sejak tahun 1975, bahkan dalam tiga dekade terakhir, prevalensi overweight dan obesitas meningkat cepat. WHO menyatakan pada tahun 2016 terdapat 1,9 juta orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) menderita overweight dan 650 ribu menderita obesitas, dari 100%, yang menderita overweight 39%, dan 13% di antaranya menderita obesitas.
“Latihan fisik adalah upaya yang efektif untuk mengurangi kejadian obesitas dan meningkatkan kesehatan. WHO merekomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik setidaknya 150 menit intensitas sedang, atau setidaknya 75 menit aktivitas fisik intensitas tinggi untuk orang dewasa yang sehat dalam seminggu,” imbuh Dr. Susiana.
Banyaknya faktor penghambat aktivitas fisik bagi penderita obesitas inilah yang menurut Dr. Susiana bisa menyebabkan munculnya beragam model latihan fisik sebagai alternatif bagi latihan fisik standar yang biasa dilakukan. High Intensity Training (HIT) adalah latihan fisik alternatif yang cukup efektif secara waktu karena dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat daripada program latihan fisik standar.
Penelitian dengan Promotor Dr. dr. Emy Huriyati, M.Kes ini berhasil menarik sebuah kesimpulan bahwa intervensi latihan fisik baik CT maupun HIIT mampu memperbaiki variabel komposisi tubuh, mediator inflamasi dan stres oksidatif. HIIT dan CT sama efektifnya dalam memperbaiki variabel komposisi tubuh dan mediator inflamasi. HIIT memperbaiki kadar MDA lebih baik dari CT.
Terdapat pengaruh variasi genetik UCP2 -866G/A terhadap berat badan dan IMT. Melalui penelitian ini pula Dr. Susiana berhasil meraih gelar Doktor UGM ke-5.546 dengan predikat Culmaude/IPK: 3, 90 (Wiwin/IRO).