Doktor FK Kaji DBD pada Anak Dengan Gizi Lebih

FK-UGM. Peran status gizi terhadap kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih kontroversial. Beberapa penelitian, menunjukkan bahwa status gizi tidak berperan terhadap beratnya derajad DBD. Namun, penelitian Dr. Ni Kadek Elmy Saniathi, MSc., SpA tidak demikian. Dosen Fakultas Kedokteran Warmadewa ini berusaha mengkaji peran kadar sE-selektin, sICAM-1 dan sVCAM-1 pada anak dengan dengan gizi lebih dengan DBD.

“Diasumsikan bahwa pada penderita infeksi sekunder virus dengue dengan gizi lebih, terjadi peningkatan ekspresi molekul adhesi yang berlebihan sehingga kebocoran plasma yang terjadi akan semakin hebat dan gejala klinis yang ditimbulkan semakin berat,” ungkapnya, Kamis (18/1) saat menjalani ujian terbuka Program Doktor Fakultas Kedokteran UGM.

Molekul adhesi (E-selektin, ICAM-1 dan VCAM-1) berperan pada proses ekstravasasi neutrophil akibat aktivasi endotel oleh karena infeksi vierus Dengue pada gizi lebih, terjadi penurunan kadar serum adiponektin sehingga kemampuan adiponektin menghambat sekresi sitokin pro-inflamasi (TNFα, IL-6 dan NF-Kb) dan menghambat ekspresi molekul adhesi akan menurun.

Pada gizi lebih terjadi penumpukan Adiponektin sebagai salah satu adipokin yang dihasilkan, dapat menghambat sekresi sitokin pro-inflamasi seperti TNFα, IL-6, dan NF-kB dan meninduksi sitokin anti inflamasi seperti IL-10 dan antagonis reseptor IL-1. Sehingga, terjadi penurunan kadar serum adiponektin sehingga kemampuan adiponektin menghambat proses inflamasi menurun.

“Ekspresi molekul adhesi dapat dihambat oleh adiponektin, namun pada keadaan giai lebih terjadi penurunan kadar adiponektin sehingga kemampuan menghambat ekspresi molekul adhesi menjadi menurun. Di lain pihak, pada keadaan gizi lebih terjadi peningkatan TNFα, IL-1 β, IL-6, IL-8 sehingga dapat meningkatkan ekspresi molekul adhesi,” imbuh lulusan Doktor ke-3803 UGM ini.

“DBD memang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi. Program vaksin yang dulu akan diterapkan pun dibatalkan karena dianggap belum memenuhi uji kelayakan. Harapannya, hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu rekomendasi untuk penanganan DBD masa depan”, ungkap Prof. dr. Mohammad Juffrie, SpA(K)., PhD., selaku Promotor. (Wiwin/IRO)