FK-KMK UGM. Triple Negative Breast Cancer (TNBC) merupakan sel kanker payudara yang memiliki agresivitas tinggi dibanding sel kanker payudara yang lain. Drh. Pamungkas Bagus Satriyo berhasil menemukan mikroRNA sebagai biomarker khusus untuk TNBC dan in vitro senyawa aktif yang diisolasi dari jamur antonium kamporata, potensial sebagai antikanker melawan TNBC. Kedua temuannya untuk mengobati pasien TNBC.
Selama ini pengobatan TNBC memiliki respon yang masih rendah, 70% low respon bahkan sampai relaps diikuti dengan prognosis yang buntu. Obatnya pun tergolong mahal, “hanya satu yang saya tahu yaitu anti-PDL-1 yang di approve oleh FDA dan mahal sekali monoclonal antibody,” ujar Bagus saat ditemui usai sidang ujian terbuka.
“Di Taiwan ada yang memakai PDL1, itupun dengan biaya mahal, kesembuhannya bergantung pada kondisi pasien immunosuppressive atau immunocompetence, sehingga belum tentu hasilnya baik. Di Indonesia imunoterapi belum begitu berkembang,” terang Bagus.
Disampaikan bahwa pasien TNBC di Yogyakarta tergolong tinggi, dengan insidensi ratenya 45%. TNBC ini unik dibanding dengan sel breast cancer lainnya, karena tidak mempunyai hormon estrogen receptors (ER), hormon progesterone receptors (PR), dan tidak mempunyai Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2).
Pasien yang sembuh dari TNBC, survivalnya rendah dibandingkan dengan sel breast cancer lainnya. Perlu dikembangkan lagi terapi jenis baru untuk pasien TNBC untuk meningkatkan respon supaya tingkat kesembuhannya naik.
Penelitian berjudul MicroRNA Profiling and Potential Treatment of 4AAQB Against Oncomir in Triple Negative Breast Cancer berhasil membawa lulusan S2 Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis FK-KMK UGM meraih predikat cumlaude dibawah promotor Prof. dr. Sofia Mubarika, M.Med.Sc., Ph.D.
Di usia yang baru menginjak 28 tahun, Bagus berhasil menyelesaikan program doktoralnya di Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyrakat, dan Keperawatan UGM (FK-KMK UGM), Kamis (12/9) di Auditorium FK-KMK UGM. Bagus merupakan Doktor ke-2 dalam Program Double Degree di FK-KMK UGM.
Penelitian ini didasari pada pengalaman pribadinya mendampingi Ibunda tercinta melawan kanker leher. Melewati berbagai serangkaian pengobatan dan harus menjalani operasi hingga sembuh dan tidak relaps lagi. “Dari situ saya tahu bahwa penyakit kanker di indonesia banyak dan jangan sampai ada kasus ibu saya yang lain, kalau ada pun saya jadi terpacu untuk bagaimana menemukan obat kanker,” ujarnya saat ditanya kenapa memilih penelitian ini. (Dian/IRO)