FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) meluluskan mahasiswa Program Studi Doktor sekaligus dosen Anestesi FK-KMK UGM, Dr. dr. Bhirowo Yudo Pratomo, SpAn-TI, Subsp.An.Kv.(K), dengan predikat Sangat Memuaskan. Dalam ujian terbuka di Auditorium FK-KMK UGM pada Rabu (09/04), dr. Bhirowo memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Perbandingan Penggunaan Mesin Pintasan Jantung Paru Metode Perfusi Berbasis Target Individu (GDP) dengan Metode Konvensional pada Operasi Jantung Terbuka: Kajian terhadap Penanda Hemolisis (fHb dan Haptoglobin) dan Penanda Inflamasi (TNF-a dan IL6)”.
Penelitian dr. Bhirowo tersebut berlatar belakang pada penggunaan mesin Pintas Jantung Paru (PJP) selama prosedur bedah jantung yang memakai pompa mengakibatkan shear stress dan pembuluh darah non-fisiologis yang berkaitan dengan kejadian hemolisis. PJP juga mengaktifkan sistem komplemen dan pelepasan sitokin pro inflamasi yang menyebabkan SIRS, sehingga dapat terjadi peningkatan morbiditas dan mortalitas paska prosedur bedah jantung. Oleh karena itu, studi tersebut bermaksud untuk membandingkan penggunaan mesin PJP dengan metode GDP dibandingkan mesin PJP metode konvensional terhadap kejadian hemolisis dan respon inflamasi.
“Kita tahu bahwa salah satu yang mendasari yaitu shear stress, yaitu kerusakan jantung akibat gencetan darah di dalam sirkuit mesin PJP yang terlalu kuat, sehingga salah satu keunggulan penelitian adalah menurunkan aliran atau menurunkan shear stress melalui pemakaian mesin PJP,” terang dr. Bhirowo.
Hasil penelitian menunjukkan, kejadian hemolisis dengan penanda fHb pada grup konvensional mengalami kenaikan dari waktu ke waktu yang bermakna secara statistik, pada menit ke 90 (p<0,05), sedangkan di grup GDP terjadi kenaikan yang tidak bermakna. Untuk penanda haptoglobin, tidak ada perbedaan di antara kedua grup. Sementara itu, kejadian inflamasi dengan penanda TNFa dan IL6 pada grup konvensional mengalami kenaikan dari waktu ke waktu, kenaikan penanda IL6 pada menit 90 di grup konvensional bermakna secara statistik (p0,05).
dr. Bhirowo mengatakan, ke depannya, mesin PJP masih akan terus digunakan untuk operasi jantung terbuka. Oleh karena itu, untuk meningkatkan segi keamanan, masa depan penelitian selanjutnya adalah tentang bagaimana mengoperasikan mesin PJP agar lebih aman untuk pasien dan berbasis individu.
“Artinya, masing-masing individu menyesuaikan kecepatan aliran sesuai dengan harapan bahwa delivery oksigen akan tercapai, sehingga metabolisme pasien selama jantung berhenti tercapai dengan baik, dampak kerusakan akibat pemakaian mesin bisa dikurangi, dan tentunya perlu publikasi dari hasil penelitian ini, supaya bisa dipakai di seluruh tempat pemakaian mesin PJP,” harap dr. Bhirowo.
Ujian terbuka Program Studi Doktor pada penelitian dr. Bhirowo tersebut menjadi bagian dari upaya FK-KMK UGM dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), utamanya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dan SDG 9: Industri, Inovasi, dan Infrastruktur. (Penulis: Citra/Humas).