FK-KMK UGM. DIY saat ini memiliki 4 Ton limbah medis per hari, yang jika setiap kilogram dihargai 15 ribu rupiah, maka akan menghabiskan biaya pengolahan limbah sebesar 22 milyar per tahun. Hal tersebut diungkapkan Ketua Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA, Jumat (25/10) di hotel UC UGM Yogyakarta saat memberikan sambutan dalam kegiatan pembentukan komunitas peduli limbah medis dan bahan berbahaya beracun (B3) fasilitas pelayanan kesehatan.
Indonesia saat ini memiliki jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang besar dan berbanding lurus dengan jumlah timbunan limbah medis yang dihasilkan. DIY memiliki 78 RS, 121 Puskesmas, 324 klinik dan fasyankes lain yang berkewajiban untuk mengolah limbah medis yang dihasilkan. Pengolahan limbah medis menjadi perhatian penting agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
“Saya sangat mengapresiasi terobosan ini untuk memecahkan permasalahan limbah yang dialami oleh semua provinsi. Permasalahan limbah bukan persoalan kecil karena akan berkaitan dengna keberlangsungan pelayanan medis,” ungkap Dekan FK-KMK UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., SpOG(K) saat membuka acara.
Dekan FK-KMK UGM juga mengingatkan tentang konsep ‘one health’, bahwa sehat itu satu. Apa yang dibuang manusia, itulah yang kelak akan dinikmati. “Oleh karenanya, dalam menyikapi limbah medis tersebut, perlu tata kelola tertentu yang tidak berisiko menimbulkan masalah baru,” imbuhnya.
Selain seminar, peserta juga berkesempatan untuk menandatangani dukungan pembentukan komunitas peduli limbah medis dan B3 Fasyankes di DIY.
Kegiatan pembentukan komunitas limbah medis dan BE fasyankes merupakan hasil kerjasama antara Pusat Promosi dan Perilaku Kesehatan FK-KMK UGM dengan Direktorat Kesehatan Lingkungan, Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Harapannya, forum ini bisa menjadi wadah yang berguna untuk membentuk dan menguatkan komitmen pemerintah daerah, organisasi profesi, fasyankes, perguruan tinggi, masyarakat dan lainnya yang peduli dalam pengelolaan limbah medis dan B3, sehingga bisa membantu terwujudnya pengelolaan limbah berbasis wilayah. (Wiwin/IRO)