Dampak Gelombang Ketiga COVID-19 Pada Sekolah di DIY

FK-KMK UGM. Adanya lonjakan kasus varian omicron yang puncaknya diprediksi pada bulan Maret 2022 ini, membutuhkan sinergi dari seluruh pihak untuk meminimalisir resiko yang ditimbulkan dari covid-19. Saat ini sudah lebih dari 90% kasus covid-19 didominasi oleh varian omicron yang memiliki tingkat penularan lebih tinggi sehingga anak-anak menjadi rentan.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, Didik Wardhaya, SE., MM., M.Pd, dalam kegiatan webinar Academic Health System UGM dengan tema “Update COVID-19 pada Anak-Anak dan Dampaknya Terhadap Kebijakan Pembelajaran Tatap Muka” yang dimoderatori oleh dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp.A(K)., Ph.D., pada Rabu (9/3).

Dengan meningkatnya kasus Covid-19 di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ini, mengakibatkan perubahan kebijakan PPKM dari level 3 ke level 4. Hal ini juga mempengaruhi perubahan kebijakan pembelajaran tatap muka di sekolah.

“Untuk wilayah DIY sendiri mulai tanggal 10 Maret 2022, pembelajaran dilakukan dengan cara pembelajaran jarak jauh, menghentikan sementara TPHBS SMA, pembelajaran praktik/ujian praktik SMK dilaksanakan dengan prokes ketat dan pembatasan jumlah, sesuai kondisi jumlah siswa masing-masing sekolah. Serta keterlibatan dan Kerjasama pengawasan dan Pemantauan oleh orang tua sangat diperlukan”, ungkap Didik Wardhaya.

Menurut beliau, permasalahan pendidikan karakter dan kesenjangan digital saat dilaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh menjadi aspek yang paling berpengaruh. Selain itu juga terjadinya penurunan capaian belajar diakibatkan oleh perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda.

Dari segi klinis, Dr. dr. Ida Safitri Laksanawati, Sp.A(K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-KMK UGM/RSUP Dr. Sardjito) menyampaikan bahwa gejala pada anak dan remaja cenderung lebih ringan daripada orang dewasa dan bisa sembuh sempurna. Penerapan protokol kesehatan berlapis dapat mendukung kebijakan pembukaan sekolah.

Beliau juga menambahkan bahwa dari beberapa penelitian sistematik review didapatkan hasil bahwa keputusan untuk membuka kembali sekolah harus melibatkan banyak aspek, pertama adalah melihat berapa banyak kasus inseden covid-19 di komunitas dan bagaimana pertimbangan dan pilihan dari sekolah maupun orang tua. Kedua, sekolah juga harus melakukan mitigasi termasuk secara berkala melakukan disinfektan disekolah, kemudian untuk yang bergejala juga tidak diperkanan masuk sekolah, dan dilakukan kontrak tracing.

“Saat ini upaya pemerintah untuk mengendalikan pandemic adalah dengan memperluas cakupan vaksin. Untuk saat ini cakupan vaksinasi pada anak di Indonesia usia 12-17 tahun per 5 maret 2022 untuk dosis pertama 92% dan untuk dosis kedua 76%. Sementara untuk anak usia 6-11 tahun vaksinasi anak usia dosis pertama 70.9% dan dosis kedua mencapai 43.5%” ungkap dr. Ida.

Risiko transmisi pada anak-anak lebih rendah pada lingkungan pendidikan dibandingkan pada komunitas, selain itu anak anak usia PAUD dan SD risiko terpaparnya lebih rendah, sementara remaja risikonya sama dengan orang dewasa. (Yuga/Reporter)