WHO memperkirakan tahun 2030 akan terjadi lonjakan insiden kanker sebesar 300% secara global di dunia, dan 70% dari lonjakan tersebut akan terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia, bila tidak dilakukan tindakan promosi maupun pencegahan secara intensif pada masyarakat, termasuk didalamnya pola hidup sehat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1.000 penduduk. Bahkan di beberapa daerah prevalensi tersebut lebih tinggi. Angka Kematian oleh kanker pun cenderung meningkat. Pada tahun 1984 kanker masih menempati urutan ke-6 penyebab kematian di Indonesia, namun saat ini telah bergeser ke urutan ke-5 dan diperkirakan akan terus meningkat sesuai dengan penambahan angka kejadian kanker.
Penanganan kanker untuk itu sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pengobatan kanker pada dasarnya hampir selalu membutuhkan penanganan multidisiplin dan kombinasi berbagai modalitas, seperti bedah, kemoterapi dan radioterapi. Pengobatan kanker juga cenderung membutuhkan waktu yang panjang dengan diikuti dengan masa surveilans yang lama. Tidak ketinggalan, pengobatannya pun menguras biaya yang sangat besar… Untuk itu, diperlukan suatu pengetahuan yang tinggi, panduan yang tepat, dan kesepahaman yang baik dari berbagai multidisiplin dalam bekerjasama menangani kanker…
Indonesia sebagai salah satu negara lower-middle income di kawasan Asia Tenggara saat ini tentunya masih memiliki banyak keterbatasan dalam memberikan pelayanan pada pasien kanker. Tidak hanya terbatas pada fasilitas dan akses pengobatan, namun juga dalam hal kesempatan untuk meng-update ilmu dan teknologi perkembangan kanker terkini.
Dan bahkan bukan hanya bagi Indonesia, negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara pun merasakan bahwa untuk mendapatkan update ilmu dan teknologi, terkadang perjalanan ke Eropa maupun Amerika, sebagai negara pelopor dalam bidang riset dan teknologi, untuk mengikuti course dan workshop sangatlah mahal dan terbatas hanya pada segelintir orang.
ESTRO School merupakan program yang diselenggarakan oleh European Society for Radiotherapy and Oncology (ESTRO), salah satu organisasi profesi onkologi radiasi terbesar di dunia yang telah memulai program edukasi sejak tahun 1985 dan diakui kualitas pendidikannya secara internasional. Program ini bertujuan untuk meningkatkan, profesionalisasi serta standarisasi pengetahuan juga praktek dalam radioterapi serta profesi onkologi terkait. Setiap tahunnya terdapat sekitar 30 course yang diselenggarakan di 20 negara di dunia, terutama Eropa.
Melalui negosiasi oleh pendiri perhimpunan profesi onkologi radiasi se-Asia Tenggara (South East Asia Radiation Oncology Group/SEAROG) pada tahun 2007, yaitu: Dr Soehartati Gondhowiardjo (Indonesia), Dr Miriam Calaguas (Filipina) and Dr Joseph Wee (Singapore) dengan ketua Komite Pendidikan ESTRO, Prof Richard Potter (Austria), ESTRO School dapat ‘dibawa’ ke kawasan Asia Tenggara untuk dapat dihadiri dengan biaya yang jauh lebih terjangkau.
Dengan hadirnya ESTRO School tahun 2014 ini di Yogyakarta, Indonesia, yang bertema: Combined-drugs Radiation Treatment: Basic principles, current applications and perspectives, merupakan kesempatan yang sangat baik bagi para onkolog, baik di Indonesia maupun negara-negara di kawasan Asia lainnya, untuk mendalami prinsip terapi kombinasi kemoradiasi dari aspek biologi dasar hingga pemanfaatan termutakhir. Dibimbing oleh satu tim pengajar yang merupakan para pakar di bidangnya, dengan Course Director Barbara Jereczek-Fossa, membuat course ini sangatlah penting untuk dihadiri dan diharapkan dapat membawa manfaat dalam peningkatan pelayanan multidisiplin dalam penanganan kanker.
Tidak hanya diikuti oleh peserta lokal dari Indonesia, kegiatan ini juga diikuti oleh peserta dari berbagai negara yaitu Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia, Kamboja, Myanmar, Jepang, India, Pakistan, Hungaria, dan Australia. Kegiatan ini juga tidak terbatas pada profesi onkologi radiasi, namun juga meliputi disiplin lain seperti onkologi medik, bedah onkologi, bedah digestif urologi onkologi, pulmonologi, ginekologi onkologi, dan THT onkologi.
Dengan pengetahuan yang benar dan penanganan yang tepat, serta kesepahaman dalam kerjasama multidisplin kanker, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengobatan, peningkatan angka keberhasilan terapi dan pengendalian pengeluaran biaya berlebih dalam pengobatan kanker yang memang sudah mahal.
———————–