Cegah Depresi dan Bunuh Diri di Masyarakat

FKKMK-UGM. Kelompok Kerja (Pokja) Jiwa menyelenggarakan seminar “Pencegahan Depresi dan Bunuh Diri di Masyarakat,” Minggu (10/3) lalu di ruang Theater gedung perpustakaan lantai 2 FKKMK UGM, dalam agenda Annual Scientific Meeting (ASM) 2018. Dari keterangan panitia diperoleh informasi bahwa seminar ini merupakan salah satu upaya untuk mendukung peningkatan pelayanan kesehatan jiwa bagi pasien-pasien depresi terutama di unit layanan primer seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013 menyebutkan bahwa sekitar 14 juta penduduk Indonesia menderita gangguan emosional, depresi dan kecemasan. Angka kejadiannya bisa mencapai 5,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita depresi secara global. Bahkan, hanya 10 persen kasus dari angka tersebut yang bisa memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan karena berbagai keterbatasan.

Depresi memberikan dampak serius menurunnya kemampuan penderita untuk melakukan kegiatan produktif, dan dalam kondisi ekstrim menjadi faktor pendorong bunuh diri. Data WHO menyebutkan, sekitar 800 ribu penduduk di seluruh dunia melakukan bunuh diri per tahunnya. Bunuh diri merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur antara 15 tahun sampai 29 tahun. Seperti juga negara-negara pendapatan menengah dan tinggi yang lain, Indonesia masuk dalam kategori lampu merah untuk pelayanan kesehatan jiwa. Bahkan ada kajian yang menempatkan Indonesia dalam urutan keenam dari negara-negara dengan kasus depresi terbanyak dunia (most depressed country), sesudah China, India, USA, Rusia dan Brazilia

Berbagai intervensi efektif untuk depresi telah tersedia, mulai dari intervensi psikologik, psikiatrik maupun intervensi dengan obat-obatan yang bisa diberikan sampai ketingkat layanan primer. Program kesehatan jiwa maupun obat-obat anti depresi seperti amitryptilin dan nortriptilin tersedia di Puskesmas. Sayangnya, hanya kurang dari sepertiga unit layanan primer yang siap memberikan pelayanan kesehatan jiwa untuk pasien-pasien depresi.

Kegiatan seminar yang berlangsung selama satu hari ini menghadirkan beberapa narasumber di antaranya Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DIY, Drg. Pembayun Setyaning Astutie terkait kebijakan kesehatan jiwa di Propinsi DIY, rujukan berjenjang, kebijakan khusus tentang kesehatan jiwa dan kebijakan tentang bunuh diri. Pemateri kedua terkait depresi di masyarakat yang dipaparkan oleh Dr. dr. Ronny Tri Wirasto, SpKJ; dan dr. Ida Rochmawati, MSc., SpKJ, sebagai pembicara terakhir yang memaparkan materi fenomena bunuh diri di masyarakat. (Wiwin/IRO; Foto: Dok. Panitia)